BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Ijarah
merupakan menjual manfaat yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain
dengan menggunakan ketentuan syari’at islam. Kegiatan ijarah ini tidak dapat
dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari baik dilingkungan keluarga maupun
masyarakat sekitar kita. Oleh sebab itu kita harus mengetahui apa pengertian
dari ijarah yang sebenarnya, rukun dan syarat ijarah, dasar hukum ijarah,
manfaat ijarah dan lain sebagainya mengenai ijarah. Karena begitu pentingnya
masalah tersebut maka permasalahan ini akan dijelaskan dalam pembahasan makalah
ini.
Ijarah berarti
sewa,jasa atau imbalan,yaitu akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat
dengan imbalan jasa.Menurut sayyid Sabiq,Ijarah adalah suatu jenis akad yang
mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Dengan demikian pada
hakikatnya Ijarah adlah penjualan manfaat yaitu pemindahan hak
guna(manfaat)atas suatu/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang
itu sendiri.akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan tetapi hanya
perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
Dalam hokum islam ada
dua jenis ijarah,yaitu :
- Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa,yaitu memperkerjakan pekerja seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.Pihak yang memperkerjakan disebut musta’jir,pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayar disebut ujrah.
- Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau property,yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset atau property tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.Bentuk Ijarah ini sama dengan Leasing(sewa)pada bisnis konvensional.pihak yang menyewa(lessee)disebut musta’jir,pihak yang menyewakan(lessor) disebut mu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.
2.
Rumusan Masalah
1) Apa Pengertian Ijarah ?
2) Bagaiman hukum ijarah ?
3) Apa saja Rukun dan Syarat Ijarah ?
4) Apa pengertian Ijarah Muntahiya Bittamlik ?
5) Bagaimana Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam
konteks lembaga keuangan ?
3.
Tujuan Masalah
1) Mengetahui Pengertian Ijarah
2) Mengetahui hukum ijarah
3) Mengetahui Apa saja Rukun dan Syarat Ijarah
4) Mengetahui pengertian Ijarah Muntahiya Bittamlik
5) Mengetahui Konsep Ijarah
Muntahiya Bittamlik dalam lembaga keuangan
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Ijarah
عَقْدٌ مَوْ ضُوْ عُهُ
الْمُبَا دَلَةٌ عَلَى مَنْفَعَةِ الشَّءِ بِمُدَّةٍ مَحدُوْدسأضى تَمْليْكُهَا
بِعِوَ ضٍ فَهِيَ بَيْعُ المَنَا فِعِ
“Akad yang obyeknya ialah
penukaran manfaat tertentu, Artinya : memilikkan manfaat dengan iwadl, sama
dengan menjual manfaat”[1]
Kata Al-ijarah sendiri berasal dari kata Al ajru yang diartikan
sebagai Al 'Iwadhu yang mempunyai arti ”ganti”, al-kira`, yang mempunyai arti
”bersamaan” dan al-ujrah yang memiliki arti ”upah”.
Menurut etimologi, ijarah adalah menjual manfaat. Ijarah menurut
terminologi adalah transaksi untuk mengambil kemanfaatan yang diperbolehkan
dari barang yang telah ditentukan dalam jangka waktu yang diketahui atau
transaksi jasa yang diketahui dengan alat tukar yang diketahui pula.
Pengertian al-ijarah menurut istilah syariat Islam terdapat beberapa
pendapat Imam Mazhab Fiqh Islam sebagai berikut:
1. Para ulama dari golongan Hanafiyah
berpendapat, bahwa al-ijarah adalah suatu transaksi yang memberi faedah
pemilikan suatu manfaat yang dapat diketahui kadarnya untuk suatu maksud
tertentu dari barang yang disewakan dengan adanya imbalan.
2. Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan, selain al-ijarah dalam masalah ini ada yang diistilahkan dengan kata al-kira`, yang mempunyai arti bersamaan, akan tetapi untuk istilah al-ijarah mereka berpendapat adalah suatu `aqad atau perjanjian terhadap manfaat dari al-Adamy (manusia) dan benda-benda bergerak lainnya, selain kapal laut dan binatang, sedangkan untuk al-kira` menurut istilah mereka, digunakan untuk `aqad sewa-menyewa pada benda-benda tetap, namun demikian dalam hal tertentu, penggunaan istilah tersebut kadang-kadang juga digunakan.[2]
2. Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan, selain al-ijarah dalam masalah ini ada yang diistilahkan dengan kata al-kira`, yang mempunyai arti bersamaan, akan tetapi untuk istilah al-ijarah mereka berpendapat adalah suatu `aqad atau perjanjian terhadap manfaat dari al-Adamy (manusia) dan benda-benda bergerak lainnya, selain kapal laut dan binatang, sedangkan untuk al-kira` menurut istilah mereka, digunakan untuk `aqad sewa-menyewa pada benda-benda tetap, namun demikian dalam hal tertentu, penggunaan istilah tersebut kadang-kadang juga digunakan.[2]
3. Ulama Syafi`iyah berpendapat, al-ijarah adalah
suatu aqad atas suatu manfaat yang dibolehkan oleh Syara` dan merupakan tujuan
dari transaksi tersebut, dapat diberikan dan dibolehkan menurut Syara` disertai
sejumlah imbalan yang diketahui.[3]
4. Hanabilah berpendapat, al-ijarah adalah `aqad
atas suatu manfaat yang dibolehkan menurut Syara` dan diketahui besarnya
manfaat tersebut yang diambilkan sedikit demi sedikit dalam waktu tertentu
dengan adanya `iwadah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapatlah dikatakan
bahwa dalam hal `aqad ijarah dimaksud terdapat tiga unsur pokok, yaitu pertama,
unsur pihak-pihak yang membuat transaksi, yaitu majikan dan pekerja. Kedua,
unsur perjanjian yaitu ijab dan qabul, dan yang ketiga, unsur materi yang
diperjanjikan, berupa kerja dan ujrah atau upah.[4]
2.
Dasar Hukum Ijarah
1.
Al-Qur’an
Ijarah sebagai suatu transaksi yang sifatnya saling tolong menolong
mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan Hadits. Konsep ini mulai
dikembangkan pada masa Khalifah Umar bin Khathab yaitu ketika adanya sistem
bagian tanah dan adanya langkah revolusioner dari Khalifah Umar yang melarang
pemberian tanah bagi kaum muslim di wilayah yang ditaklukkan. Dan sebagai
langkah alternatif adalah membudidayakan tanah berdasarkan pembayaran kharaj
dan jizyah.
Artinya : “ Salah seorang dari kedua wanita itu berkata : Wahai
Bapakku ambilah ia sebagai orang yang bekerja dengan kita karena sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja adalah orang yang kuat
lagi dapat dipercaya” (QS. Al Qashash : 26)[5]
Kebolehan transaksi ijarah didasarkan Al
Qur’an
QS. Az-Zukhruf : 32
QS. Az-Zukhruf : 32
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami
telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat,
agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
Ayat ke 32 surat Az Zukhruf ini didahului dengan kisah Nabi Ibrahim
a.s, bahwa ia berlepas diri dari apa yang dilakukan ayahnya dan kaumnya yang
mempraktikan kemusyrikan dengan menyembah berhala meskipun Nabi Ibrahim
a.s telah memberikan kabar peringatan kepada mereka. Namun demikian Allah
tidak tetap memberikan nikmat kehidupan hingga kepada keturunan mereka,
hingga datang rasul terakhir yang membawa Al Qur’an yaitu Rasulullah Muhammad
saw. Dan ketika kebenaran itu datang mereka tetap mengingkarinya dan berkata
bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah saw tidak lain adalah sihir, dan dengan
menantang mereka berkata mengapa pula Al-Quran diturunkan pada Muhammad
saw yang mereka anggap biasa saja, alih-alih pembesar penting yang memiliki
banyak materi dari negeri Mekah atau Thaif. Atas perkataan mereka Allah
menyanggah siapakah hakekat mereka hingga dengan lancangnya mereka
mengatakan amanah dan tanggung jawab ini dan itu lebih pantas diserahkan kepada
si fulan ini atau si fulan itu.
Kemudian Allah menerangkan bahwa Allah telah membedakan hambaNya
berkenaan dengan harta kekayaan, rezeki, akal, pemahaman, dan sebaginya yang
merupakan kekuatan lahir dan batin, agar satu sama lain saling menggunakan
potensinya dalam beramal, karena yang ini membutuhkan yang itu dan yang itu
membutuhkan yang ini. Kemudian Allah menutup ayat dengan menegaskan bahwa
apa-apa yang dirahmatkan Allah kepada para Hamba-Nya adalah lebih baik
bagi mereka dari pada apa-apa yang tergenggam dalam tangan mereka berupa
pekerjaan-pekerjaan dan kesenangan hidup duniawi.
Ayat ini pun dijadikan dasar bahwa pemanfaatan jasa atau skill
orang lain adalah suatu keniscayaan kerena Allah menciptakan makhlukNya dengan
potensi yang beraneka ragam agar mereka saling bermuamalah.
QS. Al-Kahfi: 77
”Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada
penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi
penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan
dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan
dinding itu. Musa berkata: Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk
itu.”
Surat Al kahfi menceritakan tentang Musa dan sahabatnya Khidir, keduanya
berkelana setelah sebelumnya mencapai kesepakatan untuk bersahabat. Khidir
mensyaratkan agar Musa jang memulai menanyakan sesuatu yang ganjil baginya,
sebelum Khidir menerangkan dan menjelaskannya., setelah dua kali
perjalanan mereka sampai pada negeri Elia atau Li’ama atau Bakhla, namun
penduduk negeri itu menolak untuk menjamu mereka. Di negeri itu pula
mereka mendapati ada sebuah rumah yang hampir roboh. Lalu Khidir menegakkannya
kembali. Musa kemudian mengatakan kepada Khidir untuk meminta upah kepada
penduduk negeri atas perbuataanya telah menegakkan rumah tersebut, apalagi
setelah penduduk negeri itu sama sekali tidak menjamu mereka.
Ayat ini dapat dijadikan rujukkan bahwa manusia dapat meminta upah
atas pekerjaan yang telah dilakukan.
2.
As-Sunnah
Hadist
Rasulullah SAW:
a.
Hadis
riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammadsaw. Bersabda :
Artinya : Berikanlah
upah pekerja sebelum keringatnya kering.
b. Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi
Waqqash, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabada:
Artinya : Kami
pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya, maka Rasulullah
melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya
dengan emas atau perak.
3.
Rukun dan Syarat Ijarah
·
Rukun
Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain
dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-ikhtira’, dan al-ikra.
Sedangkan menurut Ibnu Juzay dalam kitabnya Al-Qowanin Al-Fiqhiyah
menerangkan tentang rukun ijarah, yakni :
1.
Mu’jir(orang/barang
yang disewa).
Mu’jir adalah orang yang memberikan upah dan yang menyewakan atau
mu’jir adalah orang yang menggunakan jasa atau tenaga orang lain untuk
mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
2.
Musta’jir
(orang yang menyewa).
Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan
sesuatu atau musta’jir adalah orang yang menyumbangkan tenaganya, atau
orang yang menjadi tenaga kerja dalam suatu pekerjaan dan mereka menerima upah
dari pekerjaannya itu.
3. Objek transaksi (manfaat)
Pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja harus memiliki
manfaat yang jelas, seperti mengerjakan proyek, membajak sawah dan sebagainya.
4. Sighat (ijab dan qabul).
Sighat merupakan suatu bentuk persetujuan dari kedua belah pihak
untuk melakukan ijarah. Ijab merupakan pernyataan dari pihak pertama (mu’jir)
untuk menyewakan barang atau jasa. Sedangkan Qabul adalah jawaban persetujuan
dari pihak kedua untuk menyewakan barang atau jasa yang dipinjamkan oleh
mu’jir.
5. Imbalan atau Upah.
Upah sebagaimana terdapat dalam kamus umum Bahasa Indonesia adalah
uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar
tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.
·
Syarat
Ijarah
Syarat Aqid
وشر ط كل من المؤ جر وا لمستأ جر الر شد وعد
م الا كر ا ه
Orang
yang melakukan akad ijarah , baik
yang menyewakan (mu’jir) atau yang
menyewa (musta’jir), harus (1) Rusyd (2) tidak ada paksaan/tekanan dari
pihak lain.
وا لر شد : صلا ح الد ين وا لما ل بأن لا يفعل محر ما
يبطل عد ا لة : من ار تكا ب كبيرة او ا صرا ر على صغيرة مع عدم غلبة طا عته معا
صيه, وبأ ن لا يبدر بتضييع ا لما ل با حتما ل غبن فا حش في المعا ملة , وانفا
قهولوفلسا في محرم
Maksud dari Rusyd adalah mempunyai
kredibilitas baik dalam urusan agama maupun harta, dengan artian : tidak
melakukan perkara haram yang menurut pandangan syariat dapat menggugurkan sifat
keadilan, tidak melakukan dosa besar, atau terus menerus mengerjakan dosa
kecil. Di samping itu, juga memiliki kecakapan dalam mengelola harta, serta
dapat menahan diri untuk membelanjakan hartanya pada hal-hal yang dilarang
agama (sia-sia).
Syarat Ma’qud
‘Alaih (Objek Sewa)
وأ ما شرا ئط الصيغة فمنها رضى المتعاقدين , و أ ن يكون
ا لشيى المستأ جر مقدورا على تسليمه ,و أ
ن تكو ن المنفة لها قيمة مقصودة عند ا لعقلا ء, و أن تكو ن الأ جرة معلومة
Objek
sewa harus :
1. Bisa diserahterimakan. Maksudnya, objek
sewa tersebut memang milik mu’jir sendiri,
apabila barang tersebut diminta pihak musta’jir
(penyewa) secara langsung, mu’jir dapat
menyerahkannya.
2. Kemanfaatannya memiliki nilai jual menurut
syariat.
3. Upahnya diketahui oleh kedua belah pihak (mu’jir dan musta’jir).
Syarat Shighat
‘Ijab Qabul (Ucapan Serah Terima)
وشر ط فيها جميع ما مر فى ا ليبع الا عدم ا لتأ قيت
Syarat shighat
dalam ijarah sama dengan akad
jual beli, kecuali syarat “tidak dibatasi dengan waktu” Dalam ijarah ada
batasab waktu yang ditentukan.[6]
4.
Pengertian Ijarah Muntahiya Bittamlik
(IMBT)
Ijarah Al Muntahiya bit
Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa menyewa yang
berakhir dengan kepemilikan adalah sebuah istilah modern yang tidak terdapat
dikalangan fuqaha terdahulu. Definisinya: Istilah ini tersusun dari dua kata, yaitu;
a. at-ta'jiir /
al-ijarah (sewa)
b. at-tamliik
(kepemilikan)
Kita akan
mendefinisikan dua kata tersebut, setelah itu kita akan definisikan akad ini
secara keseluruhannya. Pertama: at-ta'jiir menurut bahasa; diambil dari kata
al-ajr,yaitu imbalan atas sebuah pekerjaan, dan juga dimaksudkan dengan pahala.
Adapun al-ijarah:
nama untuk upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap pekerjaan.
Sedangkan al-ijarah dalam istilah para ulama ialah suatu akad yang mendatangkan
manfaat yang jelas lagi mubah berupa suatu dzat yang ditentukan ataupun
yang disifati dalam sebuah tanggungan, atau akad terhadap pekerjaan yang
jelas dengan imbalan yang jelas serta tempo waktu yang jelas.
Kita simpulkan bahwa
al-ijarah atau akad sewa terbagi menjadi dua:
1. sewa
barang
2. sewa
pekerjaan
Kedua: at-tamliik secara bahasa bermakna: menjadikan
orang lain memiliki sesuatu.Adapun menurut istilah ia tidak keluar dari
maknanya secara bahasa. Dan at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap
benda, kepemilikan terhadap manfaat,bisa dengan ganti atau tidak. Jika
kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual
beli. Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut
persewaan.
Ketiga: definisi “al ijarah al muntahia bit tamlik”
(persewaan yang berujung kepada kepemilikan) yang terdiri dari dua kata
adalah; kepemilikan suatu manfaat (jasa) berupa barang yang jelas dalam
tempo waktu yang jelas, diikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu
barang yang bersifat khusus dengan adanya ganti yang jelas. Kepemilikan suatu
manfaat (jasa), inilah ijarah/sewa menyewa diikuti dengan adanya
pemberian kepemilikan suatu barang, ini adalah jual beli. Maka ini yang disebut
persewaan yang berujung kepada kepemilikan (al ijarah al muntahia bittamlik).
Perkembangan Ijarah Muntahia
Bittamlik.
Akad ini pertama didapatkan pada tahun 1846 masehi di
Inggris, dan yang memulai bertransaksi dengan akad ini adalah seorang pedagang
alat-alat musik di inggris, dia menyewakan alat musiknya yang diikuti dengan
memberikan hak milik barang tersebut, dengan maksud adanya jaminan haknya itu.
Setelah itu tersebarlah akad seperti ini dan pindah dari perindividu ke
pabrik-pabrik, dan yang pertama kali menerapkannya adalah pabrik sanjar penyedia
alat-alat jahit di inggris.Selanjutnya berkembang, dan tersebar akad ini dengan
bentuk khusus di pabrik-pabrik besi yang membeli barang-barang yang sudah jadi,
lalu menyewakannya.
Kemudian setelah itu tersebar akad semacam ini
dan pindah ke Negara-Negara dunia, hingga ke Amerika Serikat pada tahun 1953
masehi.Lalu tersebar dan pindah ke Negara Perancis pada tahun 1962 masehi.Terus
tersebar dan pindah ke Negara-negara Islam dan Arab pada tahun 1397 hijriyah.
Perbedaan antara Ijarah
dan Ijarah Muntahia Bittamlik.
Banyak orang yang menyamakan ijarah dengan leasing.
Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada sewa
menyewa. Kita akan membahas perbedaan dan persamaanantara ijarah dan leasing.
1. Dari segi objeknya.
· Bila
dilihat dari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku untuk sewa
menyewa barang saja.
·
Sedangkan dalam ijarah objek yang disewakan bisa berupa barang dan
jasa/tenaga kerja.
2. Dari segi metode
pembayaran.
· Bila
dilihat dari segi metode pembayarannya, leasing hanya memiliki satu metode
pembayaran yaitu, pembayaran sewa pada leasing tidak bergantung kepada kinerja
objek yang disewakan. Contohnya: Ahmad menyewa mobil X pada Toyota Rent A Car
untuk dua hari dengan tarif 1.000.000/hari. Dengan mobil tersebut Ahmad
berencana pergi ke Bandung. Bila ternyata Ahmad tidak pergi ke Bandung, tetapi
hanya ke Bogor Ahmad tetap harus membayar sewa mobil tersebut seharga
1.000.000/hari. Dengan demikian, penentuan harga sewa pada kasus diatas tergantung
pada lamanyawaktu sewa, bukan apakah mobil tersebut dapat mengantarkan kita ke
Bandung atau tidak.
· Dari
segi metode pembayarannya ijarah, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah
yang pembayarannya tergantung kepada kinerja objek yang disewanyadan ijarah
yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objeknya. Contoh ijarah yang
pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewakan adalah: Adi ingin ke
Bandung bersama keluarganya. Karena tidak ingin mengemudikan mobilnya sendiri,ia
menghubungi perusahaan travel. Kepada perusahaan travel, Ahmad mengatakan,
“Tolong antarkan saya beserta keluarga ke Bandung dengan mobil perusahaan Anda.
Jika Anda bisa mengantarkan kami ke Bandung anda akan kami bayar 500.000.
Contoh untuk ijarah yang pembayarannya tidak tidak tergantung pada kinerja
objeknya sama seperti contoh Ahmad diatas.
3. Dari segi perpindahan
kepemilikan.
·
Dalam leasing ada dua jenis perpindahan kepemilikan, yaitu: operating lease dan
financial lease. Dalam operating lease, tidak terjadi perpindahan kepemilikan
aset, baik diawal maupun diakhir. Sedangkan financial lease diakhir periode
sewa si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang
disewa tersebut. Dalam perbankan syari’ah dikenal dengan ijarah muntahia
bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahannya kepemilikan). Harga sewa dan
harga jual disepakati pada awal perjanjian.Karena itu dalam ijarah muntahia
bittamlik, pihak yang menyewakan berjanji diawal periode kepada pihak penyewa,
apakah akan menjual barang tersebut atau akan menghibahkannya. Dengan demikian,
ada dua jenis ijarah muntahia bittamlik:
a. Ijarah muntahia
bittamlik dengan janji menghibahkan barang diakhir periode sewa.
b. Ijarah muntahia
bittamlik dengan janji menjual barang pada akhir periode sewa
5.
Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam konteks lembaga keuangan
konvensional
Al Ijarah al Muntahiya bit Tamlik adalah transaksi sewa dengan perjanjian
untuk menjual atau menghibahkan objek sewa diakhir periode sehingga transaksi
ini diakhiri dengan kepemilikan obyek sewa.
Dalam al Ijarah al Muntahiya bit Tamlik,pemindahan hak milik barang terjadi
dengan salah satu dari dua cara berikut ini :
- Pihak yang menyewa berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
- Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Adapun bentuk alih
kepemilikan al Ijarah al Muntahiya bit Tamlik antara lain :
- Hibah diakhir periode,yaitu ketika pada akhir periode sewa asset dihibahkan kepada penyewa.
- Harga yang berlaku pada akhir periode,yaitu ketika pada akhir periode sewa asset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat itu.
- Harga Ekuivalent dalam periode sewa,yaitu ketika membeli asset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen.
- Bertahap selama periode sewa,yaitu ketika alih kepemilikan dilakuakan bertahap dengan pembayaran cicilan selama periode sewa.
IMBT merupakan kependekan dari Ijarah Mumtahiya bit Tamlik.Pembiayaan IMBT
tidak sama dengan IMBT,begitupun IMBT tidak sama dengan sewa beli,dana tidak
sama pula dengan leasing.Dalam sewa beli,lesee otomatis jadi pemilik barang
diakhir masa.dalam IMBT,janji pemindahan kepemilikan di awal akad ijarah adalah
wa’ad(janji)yang hukum dari pada janji tersebut tidak mengikat.Bila janji itu
ingin dilaksanakan maka harus ada akd pemindahan kepemilikan yang dilakukan
setelah masa ijarah selesai.Sedangkan pada leasing,kepemilikan lessee hanya hak
opsinya dilaksanakan oleh lessee.pada pembiayaan IMBT,bank sebagai penyedia
uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT yang telah ada ketentuan
pilihannya.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
27/DSN-MUI/III/2002 28 Maret 2002:[7]
§ harus laksanakan akad ijarah dulu;
§ akad pemindahan kepemilikan (jual beli/hibah)
hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Prinsip IMBT
Transaksi IMBT dilandasi adanya perpindahan manfaat
(hak guna) yang nantinya akan terjadi perpindahan kepemilikan (hak milik) bisa
melalui akad hibah, atau melaui akad jual beli.
Tujuan dan manfaat IMBT
IMBT bertujuan untuk mengatasi permasalahan
kontemporer yang semakin banyak. Permasalahan tersebut diantaranya adalah
bagaimana seorang nasabah dapat memiliki benda yang sangat dibutuhkannya dengan
cara menyicil dengan cara yang dibenarkan oleh syariat.
Posisi Bank dalam IMBT
Dalam IMBT bank bertindak selaku pihak yang menyewakan dalam akad pertama
dan selaku pemeberi hibah atau penjual dalam akad kedua. Sedangkan nasabah
bertindak selaku penyewa pada tahap pertama dan selaku penerima hibah/pembeli
pada akad kedua.
Hal itu karena akad ijarah dan akad hibah / jual
beli tidak bisa digabungkan pada waktu, asset dan pihak yang sama.
Tahapan IMBT di Bank Syariah
Ø Nasabah menejelaskan
kepada bank bahwa suatu saat di tengah atau di akhir periode ijarah ia ingin
memiliki
Ø Setelah melakukan penelitian, bank setuju akan
menyewakan asset itu kepada nasabah
Ø Apabila bank setuju, bank terlebih dahulu
memiliki aset tersebut
Ø Bank membeli atau menyewa aset yang dibutuhkan
nasabah
Ø Bank membuat perjanjian ijarah dengan nasabah
untuk jangka waktu tertentu dan menyerahkan asset itu untuk dimanfaatkan
Ø Nasabah membayar sewa setiap bulan yang jumlahnya
sesuai dengan kesepakatan
Ø Bank melakukan penyusutan terhadap asset. Biaya
penyusutan dibebankan kepada laporan laba rugi
Ø Di tengah atau di akhir masa sewa, bank dan
nasabah dapat melakukan pemindahan kepemilikan asset tersebut secara jual beli
cicilan
Ø Jika pemindahan kepemilikan di akhir masa sewa,
akadnya dilakukan secara nisbah.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Ijarah ialah,
pengambilan manfaat terhadap benda atau jasa sesuai dengan jangka waktu yang
ditentukan dan adanya imbalan atau upah, serta tanpa adanya kepemindahan
kepemilikan.
Rukun ijarah ada 5,
yaitu:
1. Mu’jir (orang/barang yang disewa).
2. Musta’jir (orang yang menyewa).
3. Objek transaksi (manfaat).
4. Sighat (ijab dan qabul).
5. Imbalan atau upah.
Syarat ijarah ada 6, yaitu:
1. Kedua orang yang berakad harus baligh dan
berakal.
2. Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad
ijarah.
3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus
diketahui secara sempurna.
4. Objek ijarah
boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
5. Manfaat dari
objek yang di ijarahkan harus yang dibolehkan agama, maka tidak boleh ijarah terhadap
maksiat. Seperti mempekerjakan seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir atau
mengupah orang untuk membunuh orang lain.
6. Upah/sewa dalam
akad harus jelas dan sesuatu yang berharga atau dapat dihargai dengan uang
sesuai dengan adat kebiasaan setempat.
Yang menjadi dasar hukum Ijarah
• Al-Qur’an
Didalam Al-Qur’an khususnya didalam surat Az-Zukhruf: 32.
Menjelaskan bahwa Allah memberikan kelebihan kepada sebagian manusia atas
sebagian yang lain, agar manusia itu dapat saling membantu antara satu dengan
yang lainnya, salah satu caranya adalah dengan melakukan akad ijarah
(upah-mengupah), karena dengan akad ijarah itu sebagian manusia dapat
mempergunakan sebagian yang lain.
• As- Sunnah
Dalam salah satu hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Majah dari
Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda yang Artinya : “Berikanlah upah
pekerja sebelum keringatnya kering”.
Hadits diatas menjelaskan tentang ketentuan pembayaran upah
terhadap orang dipekerjakan, yaitu nabi sangat menganjurkan agar dalam pembayaran
upah itu hendaknya sebelum keringatnya kering atau selesai dilakukan. Dalam hal
ini juga dapat dipahami bahwa Nabi membolehkan untuk melakukan transaksi
ijarah.
Al ijarah al muntahia bit tamlik (persewaan yang berujung kepada kepemilikan) yang terdiri dari dua kata
adalah; kepemilikan suatu manfaat (jasa) berupa barang yang jelas dalam
tempo waktu yang jelas, diikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu
barang yang bersifat khusus dengan adanya ganti yang jelas. Kepemilikan suatu
manfaat (jasa), inilah ijarah/sewa menyewa diikuti dengan adanya
pemberian kepemilikan suatu barang, ini adalah jual beli. Maka ini yang disebut
persewaan yang berujung kepada kepemilikan (al ijarah al muntahia bittamlik).
2.
Saran
Dalam makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan
karena kesempurnaan hanya milik ALLAH, untuk itu kami selaku penulis mengharap
saran dan kritik yang membangun demi perbaikan makalah selanjutnya.
[1] Teungku
Muhammad Hasbi, PengantarFiqhMuamalah, Semarang : PT. PustakaRizki
Putra, Hal : 94
[3] Racmat
Syafe’i, Fiqh Muamalah, Bandung : Pustaka setia, Hal. : 121
[4]http:// Hiyakuni MAKALAH IJARAH.htm
[5] Karnaen
A. Perwatatmadja dan Muhammad Sysfi’i Antonio, Apa dan bagaimana Bank Islam,
Yogyakarta : Iqro’ Pustaka, Hal, : 30
[6] Dumairi
Nor, dkk, Ekonomi Syariah Versi Salaf, Pasuruan : Pustaka Sidogiri, hal
: 120-122
Tiada ulasan:
Catat Ulasan