Rabu, 23 Oktober 2013

Inflasi dalam Perspektif Konvensional dan Islam



BAB I
PPENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Salah satu penyakit ekonomi makro yang pengaruhnya sangat besar terhadap kestabilan jalannya perekonomian adalah inflasi. Karena bagi setiap perekonomian, inflasi merupakan masalah yang sangat vital maka perlu diambil suatu kebiajakan yang berkaitan dengan usaha untuk memerangi laju inflasi tersebut.
Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan stabilisasi harga. Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Pada saat terjadi inflasi daya beli uang menurun. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi. Deflasi berarti penurunan harga barang dan jasa secara umum. Hal ini dapat menyebabkan kelesuan dalam dunia ekonomi. Sedangkan Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah indeks yang memberikan informasi mengenai perkembangan rata-rata perubahan harga  sekelompok tetap barang atau jasa yang pada umumnya  dikonsumsi oleh rumah tangga dalam suatu kurun waktu  tertentu. Perubahan IHK  dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat  penurunan (deflasi) harga barang atau jasa kebutuhan rumah tangga sehari-hari. 

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana sejarah terbentuknya inflasi?
1.2.2        Apa saja macam-macam dari inflasi?
1.2.3        Bagaimana teori inflasi dalam konvensional?
1.2.4        Bagaimana teori inflasi dalam islam?

1.3  Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui sejarah inflasi
1.3.2        Untuk mengetahui macam-macam inflasi
1.3.3        Untuk mengetahui teori inflasi dalam konvensional
1.3.4        Untuk mengetahui teori inflasi dalam islam

















BAB II
PEMBAHASAN

2.      Isi
2.1  Sejarah Inflasi
Emas memberikan nilai pada suatu mata uang dan juga akseptabilitas di tempat lain. Dalam hal ini, sejarah perekonomian kerajaan Byzantium menarik untuk dipelajari. Byzantium berusaha keras mengumpulkan emas dengan melakukan ekspor komoditasnya sebanyak mungkin ke negara-negara lain dan berusaha mencegah impor dari negara-negara lain agar dapat mengumpulkan uang emas sebanyak-banyaknya. Tetapi apa yang terjadi? Pada akhirnya orang-orang harus makan, membeli pakaian, mengeluarkan biaya untuk transportasi. Serta juga menikmati hidup sehingga mereka akan membelanjakan uangnya yang dikumpulkan tadi sehingga akhirnya malah menaikkan tingkat harga komoditasnya sendiri. Spanyol setelah era Conquistadores juga mengalami hal yang sama,begitu juga dengan inggris setelah perang dengan napoleon pada masa kini,terutama setelah era kapitalis dumulai, masalah yang sama tetap menjadi perdebatan para ekonom dan otoritas keuangan. Nama-nama seperti Adam Smith, David Ricardo, J.M.Keynes, Andrew Jackson, William Jennings Bryan dan sebagainya terlibat dalam masalah yang sama.
            Apakah itu dinar di negara-negara Arab ataupun mata uang negara-negara eropa seperti Inggris, Prancis, Spanyol, Itali, Swedia, dan Rusia bahkan juga Amerika. Semuanya mengalami apa yang dinamakan inflasi. Awal inflasi mata uang dinar dimulai bahkan pada saat Irak sedang dalam masa puncak jayanya dan inflasi ikut mendahului perkembangan yang cepat dari peminjaman uang (pertumbuhan kredit) serta perbankan khususnya di Itali, yang merupakan motor pertubuhan lebih lanjut dari perekonomian. Inflasi acap kali berbentuk kenaikan tingkat harga secara gradual daripada ledakan kekacauan ekonomi.
            Lalu mengapa inflasi terjadi? Pada saat tingkat harga secara umum naik, pembeli harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk jumlah barang dan jasa yang sama. Dengan kata lain, inflasi tidak akan berlanjut jika tidak dibiayai dengan berbagai cara. Jika konsumen tidak dapat menemukan uang lebih untuk membeli barang demi mempertahankan tingkat pembelanjaannya, mereka akan membatasi pembelian dengan membeli lebih sedikit yang kemudian pada akhirnya akan membatasi kemampuan penjual untuk menaikkan harga.kaum monetaris berpendapat bahwa revolusi harga tidak akan terjadi jika tidak dibantu oleh kenaikan penawaran uang yang berasal dari bullion emas dan perak yang diproduksi oleh new wold yang walaupun banyak juga emas dan perak tersebut akhirnya ditumpuk oleh pribadi sehingga keluar sirkulasi, ataupun jadi perhiasan dan ornamen-ornamen untuk bangunan istana dan katedral serta banyak juga dari emas tersebut akhirnya dikapalkan ke Asia dan tidak pernah kembali lagi. Bisa dikatakan bahwa inflasi terjadi dimana pun, terhadap mata uang apa pun dan pada periode kapanpun.[1]

2.2  Macam-macam Inflasi
Menurut jenisnya,inflasi dapat dibedakan atas:
2.2.1        Inflasi dari segi parah atau tidaknya
2.2.2        Inflasi dari segi tingkat intensitasnya
2.2.3        Inflasi dari segi asalnya
2.2.4        Inflasi dari segi sebabnya
2.2.1 Inflasi dari segi tingkat keparahannya
   Pengelompokkan inflasi dari segi parah atau tidaknya menitikberatkan pada beberapa besar laju tingkat inflasi dalam suatu periode tertentu. Di sini inflasi dapat dibedakan menjadi:
1.      Inflasi ringan: yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih kecil dari 10 persen per tahun.
2.      Inflasi sedang: yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya terletak antara 10 persen-30 persen per tahun.
3.      Inflasi berat: yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya antara 30 persen-100 persen per tahun.
4.      Hiper Inflasi: yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih dari 100 persen per tahun.

2.2.2        Inflasi dari segi tingkat intensitasnya
1.      Inflasi yang merayap (creeping inflation): yaitu inflasi yang ditandai dengan laju inflasi yang rendah( kurang dari 10 persen per tahun).
2.       Inflasi menengah (galloping inflation): yaitu inflasi dengan kenaikan harga yang cukup besar.
3.       Inflasi tinggi( Hiper inflation): yaitu inflasi yang kenaikannya 5 sampai 6 kali dan merupakan inflasi yang paling parah.

2.2.3        Inflasi dari segi asalnya
1.      Inflasi domestik: yaitu inflasi yang terjadi karena adanya gejolak riil yang bisa disebabkan karena perilaku pemerintah atau non pemerintah.
2.      Inflasi dari luar: yaitu inflasi yang terjadi karena adanya gejolak variabe-variabel eksternal tau luar negeri.

2.2.4           Inflasi dari segi sebabnya
1.      Inflasi tarikan permintaan: yaitu inflasi yang timbul akibat adanya gejolak di sisi permintaan agregat yang tidak dapat diimbangi oleh peningkatan output.
2.      Inflasi dorongan penawaran: yaitu inflasi yang timbul akibat adanya gejolak di sisi penawaran agregat.
3.      Inflasi campuran: yaitu inflasi yang terjadi karena pengaruh permintaan dan penawaran agregat.[2]


2.3      Teori Inflasi dalam Konvensional
Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadapa suatu komoditas. Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dari tingkat harga secara umum. Persamaanya adalah sebagai berikut:
Tingkat hargat – tingkat hargat-1  X 100 = Rate of Inflation
Tingkat hargat-1
Umumnya, otoritas yang bertanggung jawab dalam mencatat statistik perekonomian suatu negara menggunakan ‘Consumer Price Index’ atau CPI dan ‘Producer Price Index’ atau PPI sebagai pengukur tingkat inflasi. Hanya saja, kedua metode pengukuran tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, yang salah satunya adalah karena menggunakan kumpulan yang mewakili sebuah subset dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi oleh keseluruhan perekonomian, sehingga index harga tersebut tidak merefleksikan secara akurat seluruh perubahan harga yang terjadi.
Para ekonom cenderung lebih senang menggunakan ‘Implict Gross Domestic Product Deflator’ atau GDP Deflator untuk melakukan pengukuran tingkat inflasi. GDP deflator adalah adalah rata-rata harga dari seluruh barang tertimbang dengan kuantitas barang-barang tersebut yang betul-betul dibeli.[3]
Perhitungan dari GDP Deflator ini sangat sederhana, persamaannya adalah sebagai berikut:
Implict Price Deflator = Nominal GDP X 100   
         Real GDP
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
2.3.1    Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation)
Inflasi tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi  tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
2.3.2      Inflasi desakan biaya ( cost push inflation)
Terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.[4]

2.4      Teori Inflasi dalam Islam
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena:
2.4.1 Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan, fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit perhitungan.
2.4.2  Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat.
2.4.3 Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-primer dan barang-barang mewah.
2.4.4 Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif, yaitu penumpukkan kekayaan seperti : tanah, bangunan, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi kearah produktif seperti : pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya.[5]
Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M – 1441 M), menggolongkan inflasi dalam dua golongan, yaitu :
1.   Natural Inflation
Inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah, di mana orang tidak mempunyai kendali. Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya Permintaan Agregatif (AD).
Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan :
MV = PT = Y
dimana :   M = jumlah uang beredar
                 V = kecepatan peredaran uang
                 P = tingkat harga
                 T = jumlah barang dan jasa
                 Y = tingkat pendapatan nasional (GDP)
maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai :
1. Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T). Misalnya T↓ sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya P↑. Maksudnya, jika barang dan jasa yang dihasilkan sedikit tetapi uang yang ada di masyarakat banyak, maka untuk memperoleh barang dan jasa tersebut masyarakat harus membayar dengan harga lebih karena keterbatasan barang dan jasa tersebut.
2.      Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor lebih besar dari pada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M↓ sehingga jika V dan T tetap maka P↑. Lebih jauh, jika dianalisis dengan persamaan :
AD = AS
Dan:
AS = Y
AD = C+I+G+(X-M)
 dimana :      Y   = pendapatan nasional
                              C   = konsumsi
                              I    = investasi
                              G   = pengeluaran pemerintah
                         (X-M) = net export
maka :
Natural inflation akan dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1.         Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana ekspor (X↑) sedangkan impor (M↓) sehingga net export nilainya sangat besar, maka mengakibatkan naiknya Permintaan Agregatif (AD↑).
Contoh :
Pada masa khalifah Umar ibn Khattab, kafilah pedagang yang menjual barangnya di luar negeri membeli barang-barang dari luar negeri lebih sedikit nilainya daripada nilai barang-barang yang mereka jual, sehingga mereka mendapat keuntungan. Keuntungan yang berupa kelebihan uang tersebut dibawa masuk ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat akan naik (AD↑). Naiknya Permintaan Agregat akan membuat kurva AD bergeser ke kanan dan akan mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan (P↑). Kemudian, yang dilakukan oleh Umar ibn Khattab dalam mengatasi masalah tersebut adalah beliau melarang penduduk Madinah untuk membeli barang-barang selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya, adalah turunnya Permintaan Agregat (AD↓) dan tingkat harga menjadi normal.[6]

2.                  Akibat dari turunnya tingkat produksi (AS↓) karena terjadinya panceklik, perang, ataupun embargo.
Contoh :
Pada saat pemerintahan Umar ibn Khattab pernah terjadi masa panceklik yang mengakibatkan kelangkaan gandum, diibaratkan pada gravik sebagai kurva AS yang bergeser ke kiri (AS↓) yang mengakibatkan naiknya harga-harga (P↑). Yang dilakukan oleh Umar ibn Khattab dalam mengatasi permasalahn ini, beliau melakukan impor gandum dari Mesir, sehingga Penawaran Agregat (AS) barang di pasar kembali naik (AS↑) yang kemudian berdampak pada penurunan harga-harga (P↓).

2.   Human Error Inflation
Human Error Inflation dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh kesalahan dari manusia itu sendiri. Human Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebab-penyebabnya sebagai berikut:
1.      Korupsi dan administrasi yang buruk (corruption and Bad Administration);
Jika kita merunjuk pada persamaan MV = PT, maka korupsi akan mengganggu tingkat harga (P↑) karena para produsen akan menaikkan harga jual produksinya untuk menutupi biaya-biaya yang telah mereka keluarkan. Harga yang terjadi terdistorsi oleh komponen yang seharusnya tidak ada sehingga akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Pada akhirnya, akan terjadi inefisiensi alokasi sumber daya yang akan merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Jika merujuk pada persamaan AS-AD maka akan terlihat bahwa korupsi dan administrasi pemerintahan yang buruk akan menyebabkan kontraksi pada kurva Penawaran Agregatif (AS↓).
2.      Pajak yang berlebihan (Excessive Tax);
Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian hampir sama dengan efek yang ditimbulkan oleh korupsi dan administrasi yang buruk yaitu kontraksi pada kurva Penawaran Agregatif (AS↓).
3.      Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (Excessive Seignorage).[7]
Seignorage arti tradisionalnya adalah keuntungan dari pencetakan koin yang didapat oleh percetakannya di mana biasanya percetakan tersebut dimiliki oleh pihak penguasa atau kerajaan. Para otoritas moneter di negara-negara Barat umumnya meyakini bahwa pencetakan uang akan menghasilkan keuntungan bagi pemerintah.
Di lain pihak, ekonom Islam Ibn al-Maqrizi berpendapat bahwa pencetakan uang yang berlebihan jelas-jelas akan mengakibatkan naiknya tingkat harga (P↑) secara keseluruhan (inflasi). Ibn al-Maqrizi berpendapat bahwa uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi (jual-beli) dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal kecil.























BAB III
PENUTUP

3.      Penutup
3.1  Kesimpulan
Pada saat tingkat harga secara umum naik, pembeli harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk jumlah barang dan jasa yang sama. Dengan kata lain, inflasi tidak akan berlanjut jika tidak dibiayai dengan berbagai cara. Jika konsumen tidak dapat menemukan uang lebih untuk membeli barang demi mempertahankan tingkat pembelanjaannya, mereka akan membatasi pembelian dengan membeli lebih sedikit yang kemudian pada akhirnya akan membatasi kemampuan penjual untuk menaikkan harga.kaum monetaris berpendapat bahwa revolusi harga tidak akan terjadi jika tidak dibantu oleh kenaikan penawaran uang yang berasal dari bullion emas dan perak yang diproduksi oleh new wold yang walaupun banyak juga emas dan perak tersebut akhirnya ditumpuk oleh pribadi sehingga keluar sirkulasi, ataupun jadi perhiasan dan ornamen-ornamen untuk bangunan istana dan katedral serta banyak juga dari emas tersebut akhirnya dikapalkan ke Asia dan tidak pernah kembali lagi. Bisa dikatakan bahwa inflasi terjadi dimana pun, terhadap mata uang apa pun dan pada periode kapanpun.
Menurut jenisnya,inflasi dapat dibedakan atas:Inflasi dari segi parah atau tidaknya, Inflasi dari segi tingkat intensitasnya, Inflasi dari segi asalnya, Inflasi dari segi sebabnya.
Dalam teori konvensional inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).
Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M – 1441 M), menggolongkan inflasi dalam dua golongan, yaitu: Natural Inflation dan Human Error Inflation.
3.2  Saran
Mungkin tugas ini masih belum maksimal dan sempurna. Oleh karena itu, saran pembaca sangat kami harapkan.karna kami bukan pakar ekonomi yang bisa membahas seluruh tentang inflasi secara tuntas.






[1] Dikutip dari buku Ir. Adiwarman A. Karim, yang berjudul Ekonomi Makro Islami, PT. GajaGrafindo Persada Jakarta, hal: 133-135
[2] Dikutip dari buku Drs. Ahmad Jamli, yang berjudul Teori Ekonomi Makro, BPFE Yogyakrta, hal: 158-162
[3] Dikutip dari buku Ir. Adiwarman A. Karim, yang berjudul Ekonomi Makro Islami, PT. Raja Grafindo Persada Jakarta, hal: 135-136
[4] Dikutip dari buku  Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, yang berjudul Makro Ekonomi, PT. Gelora Alsara Pratama, hal: 324-325
[5] Dikutip dari buku Ir. Adiwarman A. Karim, yang berjudul Ekonomi Makro Islami, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, hal: 139 
[6] Dikutip dari buku Adiwarman A.Karim, yang berjudul Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, PT. RajaGrafindo Persada Jakarta, hal: 414-442

Tiada ulasan:

Catat Ulasan