Jumaat, 5 April 2013

Ijarah dan IMBT



BAB I
PENDAHULUAN
1.                  Latar Belakang
Ijarah merupakan menjual manfaat yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain dengan menggunakan ketentuan syari’at islam. Kegiatan ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar kita. Oleh sebab itu kita harus mengetahui apa pengertian dari ijarah yang sebenarnya, rukun dan syarat ijarah, dasar hukum ijarah, manfaat ijarah dan lain sebagainya mengenai ijarah. Karena begitu pentingnya masalah tersebut maka permasalahan ini akan dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.
Ijarah berarti sewa,jasa atau imbalan,yaitu akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.Menurut sayyid Sabiq,Ijarah adalah suatu jenis akad yang mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Dengan demikian pada hakikatnya Ijarah adlah penjualan manfaat yaitu pemindahan hak guna(manfaat)atas suatu/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
Dalam hokum islam ada dua jenis ijarah,yaitu :
  1. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa,yaitu memperkerjakan pekerja seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.Pihak yang memperkerjakan disebut musta’jir,pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayar disebut ujrah.
  2. Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau property,yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset atau property tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.Bentuk Ijarah ini sama dengan Leasing(sewa)pada bisnis konvensional.pihak yang menyewa(lessee)disebut musta’jir,pihak yang menyewakan(lessor) disebut mu’jir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah.
2.                  Rumusan Masalah
1)      Apa Pengertian Ijarah ?
2)      Bagaiman hukum ijarah ?
3)      Apa saja Rukun dan Syarat Ijarah ?
4)      Apa pengertian Ijarah Muntahiya Bittamlik ?
5)      Bagaimana Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam konteks lembaga keuangan ?
3.                  Tujuan Masalah
1)      Mengetahui  Pengertian Ijarah
2)      Mengetahui  hukum ijarah
3)      Mengetahui Apa saja Rukun dan Syarat Ijarah
4)      Mengetahui pengertian Ijarah Muntahiya Bittamlik
5)      Mengetahui Konsep Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam lembaga keuangan
BAB II
PEMBAHASAN
1.                  Pengertian Ijarah

عَقْدٌ مَوْ ضُوْ عُهُ الْمُبَا دَلَةٌ عَلَى مَنْفَعَةِ الشَّءِ بِمُدَّةٍ مَحدُوْدسأضى تَمْليْكُهَا بِعِوَ ضٍ فَهِيَ بَيْعُ المَنَا فِعِ
                       
“Akad yang obyeknya ialah penukaran manfaat tertentu, Artinya : memilikkan manfaat dengan iwadl, sama dengan menjual manfaat”[1]
Kata Al-ijarah sendiri berasal dari kata Al ajru yang diartikan sebagai Al 'Iwadhu yang mempunyai arti ”ganti”, al-kira`, yang mempunyai arti ”bersamaan” dan  al-ujrah yang memiliki arti ”upah”.
Menurut etimologi, ijarah adalah menjual manfaat. Ijarah menurut terminologi adalah transaksi untuk mengambil kemanfaatan yang diperbolehkan dari barang yang telah ditentukan dalam jangka waktu yang diketahui atau transaksi jasa yang diketahui dengan alat tukar yang diketahui pula.
Pengertian al-ijarah menurut istilah syariat Islam terdapat beberapa pendapat Imam Mazhab Fiqh Islam sebagai berikut:
1.    Para ulama dari golongan Hanafiyah berpendapat, bahwa al-ijarah adalah suatu transaksi yang memberi faedah pemilikan suatu manfaat yang dapat diketahui kadarnya untuk suatu maksud tertentu dari barang yang disewakan dengan adanya imbalan.
2.    Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan, selain al-ijarah dalam masalah ini ada yang diistilahkan dengan kata al-kira`, yang mempunyai arti bersamaan, akan tetapi untuk istilah al-ijarah mereka berpendapat adalah suatu `aqad atau perjanjian terhadap manfaat dari al-Adamy (manusia) dan benda-benda bergerak lainnya, selain kapal laut dan binatang, sedangkan untuk al-kira` menurut istilah mereka, digunakan untuk `aqad sewa-menyewa pada benda-benda tetap, namun demikian dalam hal tertentu, penggunaan istilah tersebut kadang-kadang juga digunakan.[2]
3.    Ulama Syafi`iyah berpendapat, al-ijarah adalah suatu aqad atas suatu manfaat yang dibolehkan oleh Syara` dan merupakan tujuan dari transaksi tersebut, dapat diberikan dan dibolehkan menurut Syara` disertai sejumlah imbalan yang diketahui.[3]
4.    Hanabilah berpendapat, al-ijarah adalah `aqad atas suatu manfaat yang dibolehkan menurut Syara` dan diketahui besarnya manfaat tersebut yang diambilkan sedikit demi sedikit dalam waktu tertentu dengan adanya `iwadah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa dalam hal `aqad ijarah dimaksud terdapat tiga unsur pokok, yaitu pertama, unsur pihak-pihak yang membuat transaksi, yaitu majikan dan pekerja. Kedua, unsur perjanjian yaitu ijab dan qabul, dan yang ketiga, unsur materi yang diperjanjikan, berupa kerja dan ujrah atau upah.[4]

2.                  Dasar Hukum Ijarah
1.      Al-Qur’an
Ijarah sebagai suatu transaksi yang sifatnya saling tolong menolong mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan Hadits. Konsep ini mulai dikembangkan pada masa Khalifah Umar bin Khathab yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner dari Khalifah Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum muslim di wilayah yang ditaklukkan. Dan sebagai langkah alternatif adalah membudidayakan tanah berdasarkan pembayaran kharaj dan jizyah.
قلت احد هما يا ابت استأ جره ان خير من ا ستأ جر ت ا لقو ى ا لا مين
Artinya : “ Salah seorang dari kedua wanita itu berkata : Wahai Bapakku ambilah ia sebagai orang yang bekerja dengan kita karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (QS. Al Qashash : 26)[5]
Kebolehan  transaksi  ijarah  didasarkan  Al Qur’an
QS. Az-Zukhruf : 32
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
Ayat ke 32 surat Az Zukhruf ini didahului dengan kisah Nabi Ibrahim a.s, bahwa ia berlepas diri dari apa yang dilakukan ayahnya dan kaumnya yang mempraktikan kemusyrikan dengan  menyembah berhala meskipun Nabi Ibrahim a.s telah memberikan kabar peringatan kepada mereka. Namun demikian Allah tidak  tetap memberikan nikmat kehidupan hingga kepada keturunan mereka, hingga datang  rasul terakhir yang membawa Al Qur’an yaitu Rasulullah Muhammad saw. Dan ketika kebenaran itu datang mereka tetap mengingkarinya dan berkata bahwa apa yang dibawa oleh Rasulullah saw tidak lain adalah sihir, dan dengan menantang mereka berkata mengapa pula Al-Quran diturunkan pada  Muhammad saw yang mereka anggap biasa saja, alih-alih pembesar penting yang memiliki banyak materi dari negeri  Mekah atau Thaif. Atas perkataan mereka Allah menyanggah siapakah hakekat mereka hingga dengan lancangnya  mereka mengatakan amanah dan tanggung jawab ini dan itu lebih pantas diserahkan kepada si  fulan ini atau si fulan itu.
Kemudian Allah menerangkan bahwa Allah telah membedakan hambaNya berkenaan dengan harta kekayaan, rezeki, akal, pemahaman, dan sebaginya yang merupakan kekuatan lahir dan batin, agar satu sama lain saling menggunakan potensinya dalam beramal, karena yang ini membutuhkan yang itu dan yang itu membutuhkan yang ini. Kemudian Allah menutup ayat  dengan menegaskan bahwa apa-apa yang dirahmatkan Allah kepada para Hamba-Nya adalah  lebih baik bagi mereka dari pada apa-apa yang tergenggam dalam tangan mereka berupa pekerjaan-pekerjaan dan kesenangan hidup duniawi.
Ayat ini pun dijadikan dasar bahwa pemanfaatan jasa atau skill orang lain adalah suatu keniscayaan kerena Allah menciptakan makhlukNya dengan potensi yang beraneka ragam agar mereka saling bermuamalah.
QS. Al-Kahfi: 77
”Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.”
Surat Al kahfi menceritakan tentang Musa dan sahabatnya Khidir, keduanya berkelana setelah sebelumnya mencapai kesepakatan untuk bersahabat. Khidir mensyaratkan agar Musa jang memulai menanyakan sesuatu yang ganjil baginya, sebelum Khidir menerangkan dan menjelaskannya., setelah dua kali perjalanan  mereka sampai pada negeri Elia atau Li’ama atau Bakhla, namun penduduk negeri itu menolak untuk menjamu mereka.  Di negeri itu pula mereka mendapati ada sebuah rumah yang hampir roboh. Lalu Khidir menegakkannya kembali. Musa kemudian mengatakan kepada Khidir untuk meminta upah kepada penduduk negeri atas perbuataanya telah menegakkan rumah tersebut, apalagi setelah penduduk negeri itu  sama sekali tidak menjamu mereka.
Ayat ini dapat dijadikan rujukkan bahwa manusia dapat meminta upah atas pekerjaan yang telah dilakukan.
2.      As-Sunnah
Hadist Rasulullah SAW:
a.          Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammadsaw. Bersabda :
Artinya : Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.
b.    Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabada:
Artinya : Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya, maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.

3.                  Rukun dan Syarat Ijarah
·                     Rukun Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-ikhtira’, dan al-ikra.
Sedangkan menurut Ibnu Juzay dalam kitabnya Al-Qowanin Al-Fiqhiyah menerangkan tentang rukun ijarah, yakni :
1.      Mu’jir(orang/barang yang disewa).
Mu’jir adalah orang yang memberikan upah dan yang menyewakan atau mu’jir adalah orang yang menggunakan jasa atau tenaga orang lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
2.      Musta’jir (orang yang menyewa).
Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu  atau musta’jir adalah orang yang menyumbangkan tenaganya, atau orang yang menjadi tenaga kerja dalam suatu pekerjaan dan mereka menerima upah dari pekerjaannya itu.
3.    Objek transaksi (manfaat)
Pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja harus memiliki manfaat yang jelas, seperti mengerjakan proyek, membajak sawah dan sebagainya.
4.     Sighat (ijab dan qabul).
Sighat merupakan suatu bentuk persetujuan dari kedua belah pihak untuk melakukan ijarah. Ijab merupakan pernyataan dari pihak pertama (mu’jir) untuk menyewakan barang atau jasa. Sedangkan Qabul adalah jawaban persetujuan dari pihak kedua untuk menyewakan barang atau jasa yang dipinjamkan oleh mu’jir.
5.     Imbalan atau Upah.
Upah sebagaimana terdapat dalam kamus umum Bahasa Indonesia adalah uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.
·                     Syarat Ijarah
Syarat Aqid
وشر ط كل من المؤ جر وا لمستأ جر الر شد وعد م الا كر ا ه
          Orang yang melakukan akad ijarah , baik yang menyewakan (mu’jir) atau yang menyewa (musta’jir), harus (1) Rusyd (2) tidak ada paksaan/tekanan dari pihak lain.
وا لر شد : صلا ح الد ين وا لما ل بأن لا يفعل محر ما يبطل عد ا لة : من ار تكا ب كبيرة او ا صرا ر على صغيرة مع عدم غلبة طا عته معا صيه, وبأ ن لا يبدر بتضييع ا لما ل با حتما ل غبن فا حش في المعا ملة , وانفا قهولوفلسا في محرم
Maksud dari Rusyd  adalah mempunyai kredibilitas baik dalam urusan agama maupun harta, dengan artian : tidak melakukan perkara haram yang menurut pandangan syariat dapat menggugurkan sifat keadilan, tidak melakukan dosa besar, atau terus menerus mengerjakan dosa kecil. Di samping itu, juga memiliki kecakapan dalam mengelola harta, serta dapat menahan diri untuk membelanjakan hartanya pada hal-hal yang dilarang agama (sia-sia).
Syarat Ma’qud ‘Alaih (Objek Sewa)
وأ ما شرا ئط الصيغة فمنها رضى المتعاقدين , و أ ن يكون ا  لشيى المستأ جر مقدورا على تسليمه ,و أ ن تكو ن المنفة لها قيمة مقصودة عند ا لعقلا ء, و أن  تكو ن الأ جرة معلومة
          Objek sewa harus :
1.    Bisa diserahterimakan. Maksudnya, objek sewa tersebut memang milik mu’jir sendiri, apabila barang tersebut diminta pihak musta’jir (penyewa) secara langsung, mu’jir dapat menyerahkannya.
2.    Kemanfaatannya memiliki nilai jual menurut syariat.
3.    Upahnya diketahui oleh kedua belah pihak (mu’jir dan musta’jir).
Syarat Shighat ‘Ijab Qabul (Ucapan Serah Terima)
وشر ط فيها جميع ما مر فى ا ليبع الا عدم ا لتأ قيت
Syarat shighat dalam ijarah sama dengan akad jual beli, kecuali syarat “tidak dibatasi dengan waktu” Dalam ijarah ada batasab waktu yang ditentukan.[6]
4.                  Pengertian Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)
Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial leasing with purchase option) atau Akad sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan adalah sebuah istilah modern yang tidak terdapat dikalangan fuqaha terdahulu. Definisinya: Istilah ini tersusun dari dua kata, yaitu;
a. at-ta'jiir / al-ijarah (sewa)
b. at-tamliik (kepemilikan)
Kita akan mendefinisikan dua kata tersebut, setelah itu kita akan definisikan akad ini secara keseluruhannya. Pertama: at-ta'jiir menurut bahasa; diambil dari kata al-ajr,yaitu imbalan atas sebuah pekerjaan, dan juga dimaksudkan dengan pahala.
Adapun  al-ijarah: nama untuk upah, yaitu suatu yang diberikan berupa upah terhadap pekerjaan. Sedangkan al-ijarah dalam istilah para ulama ialah suatu akad yang mendatangkan manfaat yang jelas lagi mubah berupa suatu dzat  yang ditentukan ataupun yang disifati dalam sebuah tanggungan, atau akad terhadap  pekerjaan yang jelas dengan imbalan yang jelas serta tempo waktu yang jelas.
Kita simpulkan bahwa al-ijarah atau akad sewa terbagi menjadi dua:
1. sewa barang   
2. sewa pekerjaan    
Kedua: at-tamliik secara bahasa bermakna: menjadikan orang lain memiliki sesuatu.Adapun menurut istilah ia tidak keluar dari maknanya secara bahasa. Dan  at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat,bisa dengan ganti atau tidak. Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli. Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut persewaan.
Ketiga: definisi “al ijarah al muntahia bit tamlik” (persewaan yang berujung kepada kepemilikan) yang terdiri dari dua kata adalah;  kepemilikan suatu manfaat (jasa) berupa barang yang jelas dalam tempo waktu yang  jelas, diikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu barang yang bersifat khusus dengan adanya ganti yang jelas. Kepemilikan suatu manfaat (jasa), inilah ijarah/sewa menyewa diikuti dengan adanya  pemberian kepemilikan suatu barang, ini adalah jual beli. Maka ini yang disebut persewaan yang berujung kepada kepemilikan (al ijarah al muntahia bittamlik).
 Perkembangan Ijarah Muntahia Bittamlik.
Akad ini pertama didapatkan pada tahun 1846 masehi di Inggris, dan yang memulai bertransaksi dengan akad ini adalah seorang pedagang alat-alat musik di inggris, dia menyewakan alat musiknya yang diikuti dengan memberikan hak milik barang tersebut, dengan maksud adanya jaminan haknya itu. Setelah itu tersebarlah akad seperti ini dan pindah dari perindividu ke  pabrik-pabrik, dan yang pertama kali menerapkannya adalah pabrik sanjar penyedia alat-alat jahit di inggris.Selanjutnya berkembang, dan tersebar akad ini dengan bentuk khusus di pabrik-pabrik besi yang membeli barang-barang yang sudah jadi, lalu menyewakannya.
Kemudian setelah  itu tersebar akad semacam ini dan pindah ke Negara-Negara dunia, hingga ke Amerika Serikat pada tahun 1953 masehi.Lalu tersebar dan pindah ke Negara Perancis pada tahun 1962 masehi.Terus tersebar dan pindah ke Negara-negara Islam dan Arab pada tahun 1397 hijriyah.
Perbedaan antara Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik.
Banyak orang yang menyamakan ijarah dengan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada sewa menyewa. Kita akan membahas perbedaan dan persamaanantara ijarah dan leasing.
1.      Dari segi objeknya.
·         Bila dilihat dari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang saja.
·          Sedangkan dalam ijarah objek yang disewakan bisa berupa barang dan jasa/tenaga kerja.
2.      Dari segi metode pembayaran.
·         Bila dilihat dari segi metode pembayarannya, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran yaitu, pembayaran sewa pada leasing tidak bergantung kepada kinerja objek yang disewakan. Contohnya: Ahmad menyewa mobil X pada Toyota Rent A Car untuk dua hari dengan tarif 1.000.000/hari. Dengan mobil tersebut Ahmad berencana pergi ke Bandung. Bila ternyata Ahmad tidak pergi ke Bandung, tetapi hanya ke Bogor Ahmad tetap harus membayar sewa mobil tersebut seharga 1.000.000/hari. Dengan demikian, penentuan harga sewa pada kasus diatas tergantung pada lamanyawaktu sewa, bukan apakah mobil tersebut dapat mengantarkan kita ke Bandung atau tidak.
·         Dari segi metode pembayarannya ijarah, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung kepada kinerja objek yang disewanyadan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objeknya. Contoh ijarah yang pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewakan adalah: Adi ingin ke Bandung bersama keluarganya. Karena tidak ingin mengemudikan mobilnya sendiri,ia menghubungi perusahaan travel. Kepada perusahaan travel, Ahmad mengatakan, “Tolong antarkan saya beserta keluarga ke Bandung dengan mobil perusahaan Anda. Jika Anda bisa mengantarkan kami ke Bandung anda akan kami bayar 500.000. Contoh untuk ijarah yang pembayarannya tidak tidak tergantung pada kinerja objeknya sama seperti contoh Ahmad diatas.
3.      Dari segi perpindahan kepemilikan.
·         Dalam leasing ada dua jenis perpindahan kepemilikan, yaitu: operating lease dan financial lease. Dalam operating lease, tidak terjadi perpindahan kepemilikan aset, baik diawal maupun diakhir. Sedangkan financial lease diakhir periode sewa si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang disewa tersebut. Dalam perbankan syari’ah dikenal dengan ijarah muntahia bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahannya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.Karena itu dalam ijarah muntahia bittamlik, pihak yang menyewakan berjanji diawal periode kepada pihak penyewa, apakah akan menjual barang tersebut atau akan menghibahkannya. Dengan demikian, ada dua jenis ijarah muntahia bittamlik:
a.       Ijarah muntahia bittamlik dengan janji menghibahkan barang diakhir periode sewa.
b.      Ijarah muntahia bittamlik dengan janji menjual barang pada akhir periode sewa

5.                  Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam konteks lembaga keuangan konvensional
Al Ijarah al Muntahiya bit Tamlik adalah transaksi sewa dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa diakhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan kepemilikan obyek sewa.
Dalam al Ijarah al Muntahiya bit Tamlik,pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini :
  1. Pihak yang menyewa berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
  2. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Adapun bentuk alih kepemilikan al Ijarah al Muntahiya bit Tamlik antara lain :
  1. Hibah diakhir periode,yaitu ketika pada akhir periode sewa asset dihibahkan kepada penyewa.
  2. Harga yang berlaku pada akhir periode,yaitu ketika pada akhir periode sewa asset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat itu.
  3. Harga Ekuivalent dalam periode sewa,yaitu ketika membeli asset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen.
  4. Bertahap selama periode sewa,yaitu ketika alih kepemilikan dilakuakan bertahap dengan pembayaran cicilan selama periode sewa.
IMBT merupakan kependekan dari Ijarah Mumtahiya bit Tamlik.Pembiayaan IMBT tidak sama dengan IMBT,begitupun IMBT tidak sama dengan sewa beli,dana tidak sama pula dengan leasing.Dalam sewa beli,lesee otomatis jadi pemilik barang diakhir masa.dalam IMBT,janji pemindahan kepemilikan di awal akad ijarah adalah wa’ad(janji)yang hukum dari pada janji tersebut tidak mengikat.Bila janji itu ingin dilaksanakan maka harus ada akd pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.Sedangkan pada leasing,kepemilikan lessee hanya hak opsinya dilaksanakan oleh lessee.pada pembiayaan IMBT,bank sebagai penyedia uang untuk membiayai transaksi dengan prinsip IMBT yang telah ada ketentuan pilihannya.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002 28 Maret 2002:[7]
§ harus laksanakan akad ijarah dulu;
§ akad pemindahan kepemilikan (jual beli/hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Prinsip IMBT
Transaksi IMBT dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna) yang nantinya akan terjadi perpindahan kepemilikan (hak milik) bisa melalui akad hibah, atau melaui akad jual beli.
Tujuan dan manfaat IMBT
IMBT bertujuan untuk mengatasi permasalahan kontemporer yang semakin banyak. Permasalahan tersebut diantaranya adalah bagaimana seorang nasabah dapat memiliki benda yang sangat dibutuhkannya dengan cara menyicil dengan cara yang dibenarkan oleh syariat.
Posisi Bank dalam IMBT
Dalam IMBT bank bertindak selaku pihak yang menyewakan dalam akad pertama dan selaku pemeberi hibah atau penjual dalam akad kedua. Sedangkan nasabah bertindak selaku penyewa pada tahap pertama dan selaku penerima hibah/pembeli pada akad kedua.
Hal itu karena akad ijarah dan akad hibah / jual beli tidak bisa digabungkan pada waktu, asset dan pihak yang sama.
Tahapan IMBT di Bank Syariah
Ø Nasabah menejelaskan kepada bank bahwa suatu saat di tengah atau di akhir periode ijarah ia ingin memiliki
Ø Setelah melakukan penelitian, bank setuju akan menyewakan asset itu kepada nasabah
Ø Apabila bank setuju, bank terlebih dahulu memiliki aset tersebut
Ø Bank membeli atau menyewa aset yang dibutuhkan nasabah
Ø Bank membuat perjanjian ijarah dengan nasabah untuk jangka waktu tertentu dan menyerahkan asset itu untuk dimanfaatkan
Ø Nasabah membayar sewa setiap bulan yang jumlahnya sesuai dengan kesepakatan
Ø Bank melakukan penyusutan terhadap asset. Biaya penyusutan dibebankan kepada laporan laba rugi
Ø Di tengah atau di akhir masa sewa, bank dan nasabah dapat melakukan pemindahan kepemilikan asset tersebut secara jual beli cicilan
Ø Jika pemindahan kepemilikan di akhir masa sewa, akadnya dilakukan secara nisbah.
BAB III
PENUTUP
1.                  Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Ijarah ialah, pengambilan manfaat terhadap benda atau jasa sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dan adanya imbalan atau upah, serta tanpa adanya kepemindahan kepemilikan.
 Rukun ijarah ada 5, yaitu:
1.    Mu’jir (orang/barang yang disewa).
2.    Musta’jir (orang yang menyewa).
3.    Objek transaksi (manfaat).
4.    Sighat (ijab dan qabul).
5.    Imbalan atau upah.
Syarat ijarah ada 6, yaitu:
1.    Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal.
2.    Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah.
3.    Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna.
4.    Objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
5.    Manfaat dari objek yang di ijarahkan harus yang dibolehkan agama, maka tidak boleh ijarah terhadap maksiat. Seperti mempekerjakan seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir atau mengupah orang untuk membunuh orang lain.
6.    Upah/sewa dalam akad harus jelas dan sesuatu yang berharga atau dapat dihargai dengan uang sesuai dengan adat kebiasaan setempat.
Yang menjadi dasar hukum Ijarah
•    Al-Qur’an
Didalam Al-Qur’an khususnya didalam surat Az-Zukhruf: 32. Menjelaskan bahwa Allah memberikan kelebihan kepada sebagian manusia atas sebagian yang lain, agar manusia itu dapat saling membantu antara satu dengan yang lainnya, salah satu caranya adalah dengan melakukan akad ijarah (upah-mengupah), karena dengan akad ijarah itu sebagian manusia dapat mempergunakan sebagian yang lain.
•    As- Sunnah
Dalam salah satu hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda yang Artinya : “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”.
Hadits diatas menjelaskan tentang ketentuan pembayaran upah terhadap orang dipekerjakan, yaitu nabi sangat menganjurkan agar dalam pembayaran upah itu hendaknya sebelum keringatnya kering atau selesai dilakukan. Dalam hal ini juga dapat dipahami bahwa Nabi membolehkan untuk melakukan transaksi ijarah.
Al ijarah al muntahia bit tamlik (persewaan yang berujung kepada kepemilikan) yang terdiri dari dua kata adalah;  kepemilikan suatu manfaat (jasa) berupa barang yang jelas dalam tempo waktu yang  jelas, diikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu barang yang bersifat khusus dengan adanya ganti yang jelas. Kepemilikan suatu manfaat (jasa), inilah ijarah/sewa menyewa diikuti dengan adanya  pemberian kepemilikan suatu barang, ini adalah jual beli. Maka ini yang disebut persewaan yang berujung kepada kepemilikan (al ijarah al muntahia bittamlik).
2.                  Saran
Dalam makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan karena kesempurnaan hanya milik ALLAH, untuk itu kami selaku penulis mengharap saran dan kritik yang membangun demi perbaikan makalah selanjutnya.



[1] Teungku Muhammad Hasbi, PengantarFiqhMuamalah, Semarang : PT. PustakaRizki Putra, Hal : 94
[3] Racmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, Bandung : Pustaka setia, Hal. : 121
[4]http:// Hiyakuni  MAKALAH IJARAH.htm
[5] Karnaen A. Perwatatmadja dan Muhammad Sysfi’i Antonio, Apa dan bagaimana Bank Islam, Yogyakarta : Iqro’ Pustaka, Hal, : 30
[6] Dumairi Nor, dkk, Ekonomi Syariah Versi Salaf, Pasuruan : Pustaka Sidogiri, hal : 120-122
[7] Wroso, Produk Perbankan syariah, Jakarta : IBFI, Hal : 266

Tiada ulasan:

Catat Ulasan