A.
Pendahuluan
Perbankan
syari’ah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic Banking
atau juga disebut dengan interest-free banking. Peristilahan dengan menggunakan
kata Islamic tidak dapat dilepasksan dari asal-usul system perbankan syari’ah
itu sendiri. Bank Syari’ah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari
kelompok ekonom dan praktisi perbankan. Muslim yang berupaya mengakomodasi
desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi
keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip
syari’ah Islam. Utamanya adalah berkaitan dengan pelarangan praktik riba,
kegiatan maisir (spekulasi), dan gharar (ketidak jelasan).
Perbankan syari’ah dikenal sebagai bank yang tidak menerapkan sistem bunga
seperti bank konvensional lainnya, melainkan bagi hasil yang tidak saja
berdimensi materiil belaka tetapi juga dituntut unsure inmateriilnya. Hal
terakhir inilah yang menjadi cirri utama dalam pengelolaan keuangan syari’ah
ini, karena akan berdampak pada pertanggung jawaban seseorang di dunia dan
akhirat kelak. Oleh karena itu dalam pengelolaan ekonomi syariah kita mengenal beberapa sifat atau karakter
yang harus dimiliki oleh seseorang yang diberi amanah, yaitu sidik, amanah, istiqomah, fatonah, dan tabliq.
B.
Pengertian Bank dan Bank Syariah
1. Pengertian Bank
Bank berasal dari bahasa Italia “banco” yang
artinya “bangku”[1]. Namun
seiring berjalannya waktu, pengertian bank meluas menjadi suatu bentuk pranata
sosial yang bersifat finansial, yang melakukan kegiatan keuangan dan
melaksanakan jasa-jasa keuangan. Secara umum bank adalah suatu badan usaha yang
memiliki wewenang dan fungsi untuk untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk
disalurkan kepada yang memerlukan dana tersebut.
Agar pengertian
bank menjadi jelas, berikut beberapa definisi menurut para ahli :
·
Undang-undang
Repuplik Indonesia no 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 :
-Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.[2]
-Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
-Bank Umum adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak membeikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
·
Drs. H. Malayu S.P
Hasibuan
Bank adalah lembaga
keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk
asset keuangan (financial assets) serta
bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja.[3]
2. Pengertian Bank Syariah
Istilah bank telah menjadi istilah umum yang
banyak dipakai di masyarakat dewasa ini.
Kata bank dapat kita telusuri dari kata banque dalam bahasa Perancis dan dari banco dalam bahasa Italia, yang dapat berarti peti/lemari atau
bangku.[4] Persamaan kedua kata ini
menjelaskan dua fungsi dasar yang ditunjukkan oleh bank konvensional, kata peti
atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga,
seperti peti uang, peti emas dan sebaginya.
Dalam perbankan
konvensional terdapat kegiatan-kegiatan yang dilarang Syariah Islam, seperti
menerima dan membayar bunga (riba), membiayai kegiatan produksi dan perdagangan
barang-barang yang dilarang Syariah, misalnya perdagangan minuman keras.
Bank Syariah
didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan
prinsip-prinsip Islam, Syariah dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan
perbankan serta bisnis lain yang terkait. Prinsip utama bank Islam adalah :
(a) Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi;
(b) Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan
keuntungan yang sah;
(c) Memberikan zakat.
Pada umumnya
sekarang ini bank-bank Islam telah banyak mengadopsi sistem dan prosedur
perbankan konvensional hal tersebut tidak dilarang sepanjang praktek
konvensional yang diambil tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Dan
apabila terjadi pertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah, maka bank-bank
Islam merencanakan dan menerapkan prosedur mereka sendiri guna menyesuaikan
aktivitas perbankan mereka dengan prinsip-prinsip Syariah Islam. Untuk itu
Dewan Syariah berfungsi memberikan nasehat kepada perbankan Islam guna
memastikan bahwa bank Islam tidak terlibat dalam unsur-unsur yang tidak disetujui
oleh Islam. [5] Jika yang dimaksud
dengan “bank” adalah istilah bagi
suatu lembaga keuangan, maka istilah “bank”
tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Quran. Tetapi jika yang dimaksud
adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi,
hak dan kewajiban, maka semua itu disebutkan dengan jelas, seperti zakat, shadaqah, ghanimah, (rampasan
perang), ba’i (jual beli), dayn (utang dagang), maal (harta) dan sebagainya, yang
memiliki konotasi fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu dalam kegiatan
ekonomi. Lembaga-lembaga itu pada akhirnya bertindak sebagai individu yang
dalam konteks fiqih disebut syaksyiyyah
al i’tibariyah atau syaksiyyah al ma’nawiyyah.[6]
C.
Struktur Kepengurusan
Untuk memenuhi
tuntutan kerja secara efektif dan efisien, bank syariah harus mempunyai sistem
keoengurusan yang jelas dengan pembagian wewenang dan fungsi yang tegas dan
pasti.
Dalam struktur pengrusan perbankan, pada dasarnya tidak ada perbedaan
antara perbankan syariah dan perbankan konvensional, seperti adanya direksi,
dewan Komisaris, dan kantor eksekutif, sebagaimana yang termuat dalam UU No
1/1995 tenteng Perseroan Terbatas, kevuali pada perbankan syariah yang mempunyai
Dewan Pengawas Syariah, sebagaimana dinyatakan dalam PBI No. 6/24/PBI/2004 dan
PBI No. 6/17/PBI/2004, yang tidak dimiliki oleh perbankan konvensional.[7]
1.
Dewan Syariah Nasional
Dewan
Syariah Nasional adalah Dewan yang dibentuk oleh MUI Untuk menangani
masalah-masalah yang berhubungan aktivitas lembaga keuangan syariah. Dewan
Syariah Nasional adalah badan yang ada dilembaga keuangan syariah dan bertugas
mengawasi melaksanakan keputusan Dewan Syariah Nasional dilembaga keuangan
syariah.
Adapun
Dewan Syariah Nasional (DSN) menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (9) PBI adalah
dewan yang dibentuk oleh majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas dan
memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam
kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
Syariah.[8]
DSN Berwenang sebagai berikut:
- Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan Syariah (LKS) dan menjadi dasar tindakan hukum terkait
- Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia
- Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu LKS
- Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperluakn dalam pemhasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri
- Memberiakn peringatan kepada LKS untuk menghentikan penyimpanan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN[9]
2.
Dewan Pengawas Syariah
Dalam
penjelasan Pasal 6 huruf m UU No. 10/1998 mengenai perubahan UU No. 7/1992
tentang perbankan, dan pasal 32 ayat 1 UU No. 21/2008, dijelaskan bahwa dalam
suatu organisasi perbankan Syariah wajib dibentuk Dewan Pengawas Syariah. Dan
dalam ayat 2 ny dinyatakan bahwa DPS diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI).[10]
Pasal 27 PBI
No. 6/24/PBI/2004 menguraikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS, Yaitu
antara lain meliputi:
- Mematikan dan mengnawasi kesesuaina kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang oleh DSN.
- Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank;
- Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan terhadap operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank;
- Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwakepada DSN;
- Mennyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam)bulan kepada direksi, komisaris, Dewan Syariah Nasional, dan Bank Indonesia.[11]
D.
Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Terdapat dua bentuk pola pengoperasian bank yaitu pola secara konvensional
(bunga) dan pola yang berdasarkan prinsip syariah (bagi hasil dalam untung
rugi).[12]
Perbandingan antara kedua pola tersebut, dapat dilihat dari sudut
perbedaan. Perbedaan antara keduanya dapat dilihat dalam tabel berikut:[13]
Bank Syariah
|
Bank Konvensional
|
||
1
|
Melakukan Investasi yang halal saja
|
1
|
Investasi yang halal dan haram
|
2
|
Berdasarkan prinsip bagi hasil/ untung rugi, jual beli, dan sewa.
|
2
|
Memakai Perangkat Bunga
|
3
|
Profit dan Falah Oriented
|
3
|
Profit Oriented
|
4
|
Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dwan Pengawas
Syariah
|
4
|
Tidak terdapat dewan jenis ini
|
Bank Islam, begitu juga
bank konvensional, menurut Kamal Khir, Lokesh Gupta Bala Shanmugam, merupakan
lembaga keuangan pencari laba, namun dilarang berusaha dengan riba dan terlibat
dengan perdagangan yang tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Perbedaan antara keduanya dapat dilihat dari
pandangan yang lain: [14]
Sistem Bank Syaiah
|
Sistem Bank
Konvensional
|
||
1.
|
Fungsi dan cara operasinya berdasarkan kepada hukum syariah. Bank harus
menjamin bahwa semua aktivitas perdagangan memenuhi persyaratan syariah.
|
1.
|
Fungsi dan cara operasinya berdasarkan kepada prinsip-prinsip sekular dan
bukan hukum atau ketentuan agama.
|
2.
|
Pembiayaan bukan berorientasi kepada bunga, dan didasarkan pada prinsip
jual beli barang dengan harga jual meliputi margin yang ditetapkan diawal.
|
2.
|
Pembiayaan berorientasi bunga dan bunga tersebut tetap atau berkembang,
yang diperhitungkan berdasarkan pemanfaatan uang.
|
3.
|
Deposit tidak berorientasikan bunga melainkan kepada bagi hasil, dimana
para pemilik modal berserikat berdasarkan persentase laba. Bank hanya
mendapatkan kembali bagian laba dari usaha yang dikelolanya dan jika terjadi
kerugian, si pemilik modal tidak akan kehilangan uangnya, tetapi tidak akan
mendapatkn keuntungan dari aktivitas yang dibiayai sepanjang masa kerugian tersebut.
|
3.
|
Deposit berorientasi kepada bunga, dan sipemilik modal dijamin dengan
bunga yang ditetapkan diawal denganjaminan pengembalian modal pokok.
|
4.
|
Bank menawarkan keadilan dalam pembiayaan untuk sebuah usaha. Ketugian
ditanggung bersama berdasarkan prinsip keadilan, sedangkan laba dibagi
berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya.
|
4.
|
Tidak biasa ditawarkan, melainkan telah tersedia melalui kehendak
perusahaan-perusahan pemegang modal dan bank-bank pembiaya.
|
5.
|
Bank syariah dilarang terlibat dalam aktivitas ekonomi yang tidak
memenuhi ketentuan syariah
|
5.
|
Tidak ada ketentuan larangan seperti itu.
|
6.
|
Dalam sistem perbankan Islam modern, salah satu fungsinya ialah untuk
mengumpulkan dan mebagi-bagikan zakat.
|
7.
|
Tidak mengenal zakat.
|
7.
|
Tidak ada ketentuan membebankan
biaya tambahan karena kegagalan memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanjian
atau akibat penanggguhan pembayaran.[15]
|
7.
|
Biasanya membebankan biaya tambahan jika ada penangguhan pembayaran.
|
8.
|
Transaksi-transaksi dengan unsur garar dan spekulasi sangat
dilarang.
|
8.
|
Perdagangan dan transaksi spekulasi diperbolehkan.
|
9.
|
Status bank, hubungannya dengan penabung ialah hubungan kemitraan, ibarat
pemodal dan pengusaha.
|
9.
|
Status hubungan antara bank dan penabung ialah hubungan debitur dan
kreditur.
|
10.
|
Setiap bank harus mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
|
10.
|
Tidak mengenal lembaga tersebut
|
11.
|
Bank tetap harus memenuhi persyaratan yang diatur oleh perundang bank
pemerintah, disamping tuntutan syariah.
|
11.
|
Memenuhi persyaratan peraturan dan perundang-undangan negara saja.
|
E.
Fungsi Bank Syariah
1. Manajer
Investasi
Bank syariah
merupakan manajer investasi dari pemilik
dana yang dihimpun, karena besar-kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana
yang dihimpun sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank
syariah.
Bank syariah bisa melakukan fungsi ini berdasarkan kontrak Mudharabah. Bank (di dalam kapasitasnya sebagai
seorang Mudharib yaitu seseorang yang
melakukan investasi dana-dana pihak lain).
2. Investor
Bank syariah
menginvestasikan dana yang disimpan pada
bank tersebut (dana pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan jenis
dan pola investasi yang sesuai dengan Syariah
Investasi yang sesuai dengan syariah tersebut meliputi akad Murabahah,
sewa-menyewa, musyarakah, akad Mudharabah, akad Salam atau Istisna, pembentukan
perusahaan, dll.
3. Jasa Keuangan
Dalam menjalankan
fungsi ini, bank syariah tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, seperti
memberikan pelayanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji dan sebagainya.
Hal ini dapat dilakukan asalkan tidak melanggar prinsip prinsip syariah.
Bank syariah juga
menawarkan berbagai jasa keuangan lainnya untuk memperoleh imbalan atas dasar agency contract atau sewa. Contohnya letter of
guarantee, wire transfer, letter
of credit.
4. Fungsi Sosial
Konsep perbankan
syariah mengharuskan bank-bank syariah memberikan pelayanan sosial baik melalui
Qard (pinjaman kebajikan) atau Zakat dan dana sumbangan sesuai dengan
prinsip-prinsip Islam.
Disamping itu,
konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank-bank Islam
untuk memainkan peran penting di dalam pengembangan sumber daya manusianya dan
memberikan kontribusi bagi kesejahteraan sosial.[16]
F.
Jenis dan Kegiatan Bank Syariah
1. Jenis Bank Syariah
Pada UU no. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah disebutkan
bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
Prinsip Syariah. Menurut jenisnya Bank Syariah terdiri atas Bank Umum
Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
a) Unit Usaha syariah
Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu
Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan/atau unit syariah.[17]
b) Bank Perkreditan Syariah
Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan
perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah
ataupun muamalah islam.
BPRS
berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7
Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
BPR
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur
menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal
12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam
hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan
sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip
syariah terutama bagi hasil.[18]
c) Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah (BUS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
Contoh :
1.
PT Bank Syariah Mandiri
2.
PT Bank Syariah Muamalat Indonesia
3. PT Bank Syariah BNI
2. Kegiatan Bank Syariah
Kegiatan
bank syariah baik dalam penghimpunan dana dan penanaman dana maupun pemberian
jasa-jasa berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Kantor Bank Syariah, Bank Indonesia
(1999) adalah sebagai berikut :
a)
Penghimpunan
dana
Prinsip
operasional syariah yang telah ditetapkan secara luas dalam penghimpunan dana
masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
1)
Prinsip wadi’ah
(prinsip titipan atau simpanan)
Dalam
kegiatan penghimpunan dana masyarakat di bank syariah, prinsip wadi’ah
dapat diterapkan pada rekening giro dan tabungan (giro wadi’ah dan tabungan
wadi’ah).
2)
Prinsip mudharabah
(prinsip bagi hasil)
Ø Mudharabah muthlaqah
Dalam
kegiatan penghimpunan dana pada bank syariah, prinsip mudharabah muthlaqah
dapat diterapkan untuk pembukaan rekening tabungan dan deposito (tabungan
mudharabah dan deposito mudharabah).
Ø
Mudharabah muqayyadah
Jenis ini
merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana
menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank syariah.
b)
Penyaluran
dana
Dalam
menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar terdapat 4 (empat) kelompok
prinsip operasional bank syariah, yaitu prinsip jual beli (bai’), sewa beli
(ijarah wa iqtina/ijarah muntahiyyah bit tamlik), bagi hasil (syirkah) dan
pembiayaan lainnya. Dalam prakteknya, untuk memperoleh pendapatan yang berasal
dari aktivitas non pembiayaan, bank syariah dapat menyediakan jasa-jasa
perbankan syariah (fee-based services). Selanjutnya, dalam melakukan fungsi
sosial, bank syariah juga melakukan kegiatan pengelolaan dana kebajikan yang
diperoleh dari zakat, infaq, shadaqah, hibah, atau dana sosial lainnya.
Hal tersebut
dinamakan qardhul hasan (pinjaman kebajikan). Qardhul hasan
adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam
mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu
tertentu. Atas jasa pinjaman qardh ini, bank syariah dapat membebankan
kepada nasabah biaya administrasi.[19]
c)
Memberikan
jasa- jasa Bank Lainnya (Services)
Jasa-jasa
bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan
menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan
ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa
ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi
keuntungan bank, apalagi keuntungan dari spread based semakin mengecil, bahkan
cenderung negatif spread (bunga simpanan lebih besar dari bunga kredit).
G.
Kesimpulan
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi
keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang,
meminjamkan uang, dan banyak lagi produk bank lain yang diterbitkan. Lembaga
keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat
(BPR), Bank Umum Syariah, dan juga Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Fungsi bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara.Dimana bank sangat
berperan penting dalam sendi-sendi perekonomian di Indonesia baik secara
nasional maupun dalam perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, keberadaan aset
bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting dijaga guna
meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk
mencegah terjadinya bank runs and panics. Agar terjaganya stabilitas perbankan
yang ada.
Perbankan merupakan salah satu sektor
yang diharapkan berperan aktif dalam menunjang kegiatan pembangunan nasional
atau regional.Peran itu diwujudkan dalam fungsi utamanya sebagai lembaga
intermediasi atau institusi perantara antara debitor dan kreditor. Dengan
demikian,pelaku ekonomi yang membutuhkan dana untuk menunjang kegiatannya dapat
terpenuhi dan kemudian roda perekonomian bergerak. Pentingnya pengawasan juga
disebabkan karakteristik usaha Bank. Berbeda dengan perusahaan jasa keuangan
lainnya bank menyediakan produk berupa penerimaan simpanan dan pemberian
kredit. Produk dalam bentuk simpanan harus dibayar oleh bank setiap saat atau
beberapa waktu setelah adanya permintaan pembayaran dari nasabah.
[3] Ayusaputri, dkk. 2012. Lembaga
Perbankan Indonesia. Laporan Tugas Akhir. Fakultas Ekonomi Universitas
Gunadarma
[5] Ibid dalam Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah,Pustaka Alvabet,
Jakarta,2005, hlm. 3
[6] Zainul Arifin, “Dasar-Dasar Manajemen Syariah”. Hal.3
[7] Sutan Remy Sjahdeini
(2005), Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia,
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, hlm. 143.
[13]Muhammad Syafii Antonio. Bank Syariah dari Teori ke
Praktik. 2001. Jakarta: Gema Insani Press, hlm 34
[14] Ibid. Hlm 27 (yang
dikutip dari Kamal Khir, et.al. Islamic Banking; A Pratical Perspective,
Petaling, hlm 10-11)
[15] Namun sebagian negara
Islam membolehkan pemungutan denda dan ketentuan untuk biaya yang ditimbulkan
akibat pemungutan denda tersebut, yang biasanya 1%.
[16] http://peperonity.com/go/sites/mview/akuntansi.syariah/25881109 (di akses 12 Maret 2014 pukul 19.18 WIB)
[17] http://penelitihukum.org/tag/pengertian-unit-usaha-syariah/ (di akses 12 Maret 2014 pukul 18.33 WIB).
[18] http://acankende.wordpress.com/2010/11/28/bank-perkreditan-rakyat-bpr-syariah/ (di akses 12 Maret 2014 pukul 19.00 WIB)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan