Jumaat, 14 Mac 2014

Lembaga Perbankan syariah di Indonesia



A.                Pendahuluan
            Perbankan syari’ah dalam  peristilahan  internasional dikenal sebagai Islamic Banking atau juga disebut dengan interest-free banking. Peristilahan dengan menggunakan kata Islamic tidak dapat dilepasksan dari asal-usul system perbankan syari’ah itu sendiri. Bank Syari’ah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan. Muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syari’ah Islam. Utamanya adalah berkaitan dengan pelarangan praktik riba, kegiatan maisir (spekulasi), dan gharar (ketidak jelasan).

            Perbankan syari’ah dikenal sebagai bank yang tidak menerapkan sistem bunga seperti bank konvensional lainnya, melainkan bagi hasil yang tidak saja berdimensi materiil belaka tetapi juga dituntut unsure inmateriilnya. Hal terakhir inilah yang menjadi cirri utama dalam pengelolaan keuangan syari’ah ini, karena akan berdampak pada pertanggung jawaban seseorang di dunia dan akhirat kelak. Oleh karena itu dalam pengelolaan ekonomi syariah  kita mengenal beberapa sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang yang diberi amanah, yaitu  sidik, amanah,  istiqomah,  fatonah, dan tabliq.
B.                 Pengertian Bank dan Bank Syariah
1.      Pengertian Bank
      Bank berasal dari bahasa Italia “banco” yang artinya “bangku”[1]. Namun seiring berjalannya waktu, pengertian bank meluas menjadi suatu bentuk pranata sosial yang bersifat finansial, yang melakukan kegiatan keuangan dan melaksanakan jasa-jasa keuangan. Secara umum bank adalah suatu badan usaha yang memiliki wewenang dan fungsi untuk untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana tersebut.
            Agar pengertian bank menjadi jelas, berikut beberapa definisi menurut para ahli :
·         Undang-undang Repuplik Indonesia no 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 :
-Bank adalah badan  usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[2]
-Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
-Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak membeikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
·         Drs. H. Malayu S.P Hasibuan
            Bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja.[3]
2.      Pengertian Bank Syariah
            Istilah bank telah menjadi istilah umum yang banyak dipakai di masyarakat dewasa ini.  Kata bank dapat kita telusuri dari kata banque dalam bahasa Perancis dan dari banco dalam bahasa Italia, yang dapat berarti peti/lemari atau bangku.[4] Persamaan kedua kata ini menjelaskan dua fungsi dasar yang ditunjukkan oleh bank konvensional, kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti uang, peti emas dan sebaginya.
            Dalam perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan yang dilarang Syariah Islam, seperti menerima dan membayar bunga (riba), membiayai kegiatan produksi dan perdagangan barang-barang yang dilarang Syariah, misalnya perdagangan minuman keras.
            Bank Syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, Syariah dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. Prinsip utama bank Islam adalah :
(a)    Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi;
(b)   Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang sah;
(c)    Memberikan zakat.
            Pada umumnya sekarang ini bank-bank Islam telah banyak mengadopsi sistem dan prosedur perbankan konvensional hal tersebut tidak dilarang sepanjang praktek konvensional yang diambil tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Dan apabila terjadi pertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah, maka bank-bank Islam merencanakan dan menerapkan prosedur mereka sendiri guna menyesuaikan aktivitas perbankan mereka dengan prinsip-prinsip Syariah Islam. Untuk itu Dewan Syariah berfungsi memberikan nasehat kepada perbankan Islam guna memastikan bahwa bank Islam tidak terlibat dalam unsur-unsur yang tidak disetujui oleh Islam. [5]  Jika yang dimaksud dengan “bank” adalah istilah bagi suatu lembaga keuangan, maka istilah “bank” tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Quran. Tetapi jika yang dimaksud adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak dan kewajiban, maka semua itu disebutkan dengan jelas, seperti zakat, shadaqah, ghanimah, (rampasan perang), ba’i (jual beli), dayn (utang dagang), maal (harta) dan sebagainya, yang memiliki konotasi fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu dalam kegiatan ekonomi. Lembaga-lembaga itu pada akhirnya bertindak sebagai individu yang dalam konteks fiqih disebut syaksyiyyah al i’tibariyah atau syaksiyyah al ma’nawiyyah.[6]

C.                Struktur Kepengurusan
Untuk memenuhi tuntutan kerja secara efektif dan efisien, bank syariah harus mempunyai sistem keoengurusan yang jelas dengan pembagian wewenang dan fungsi yang tegas dan pasti.
Dalam struktur pengrusan perbankan, pada dasarnya tidak ada perbedaan antara perbankan syariah dan perbankan konvensional, seperti adanya direksi, dewan Komisaris, dan kantor eksekutif, sebagaimana yang termuat dalam UU No 1/1995 tenteng Perseroan Terbatas, kevuali pada perbankan syariah yang mempunyai Dewan Pengawas Syariah, sebagaimana dinyatakan dalam PBI No. 6/24/PBI/2004 dan PBI No. 6/17/PBI/2004, yang tidak dimiliki oleh perbankan konvensional.[7]
1.      Dewan Syariah Nasional
            Dewan Syariah Nasional adalah Dewan yang dibentuk oleh MUI Untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan aktivitas lembaga keuangan syariah. Dewan Syariah Nasional adalah badan yang ada dilembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi melaksanakan keputusan Dewan Syariah Nasional dilembaga keuangan syariah.
            Adapun Dewan Syariah Nasional (DSN) menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (9) PBI adalah dewan yang dibentuk oleh majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah.[8]
DSN Berwenang sebagai berikut:
  1. Mengeluarkan fatwa  yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan Syariah (LKS) dan menjadi dasar tindakan hukum terkait
  2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia
  3. Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu LKS
  4. Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperluakn dalam pemhasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri
  5. Memberiakn peringatan kepada LKS untuk menghentikan penyimpanan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN[9]
2.      Dewan Pengawas Syariah
            Dalam penjelasan Pasal 6 huruf m UU No. 10/1998 mengenai perubahan UU No. 7/1992 tentang perbankan, dan pasal 32 ayat 1 UU No. 21/2008, dijelaskan bahwa dalam suatu organisasi perbankan Syariah wajib dibentuk Dewan Pengawas Syariah. Dan dalam ayat 2 ny dinyatakan bahwa DPS diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI).[10]
Pasal 27 PBI No. 6/24/PBI/2004 menguraikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS, Yaitu antara lain meliputi:
  1. Mematikan dan mengnawasi kesesuaina kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang oleh DSN.
  2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank;
  3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan terhadap operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank;
  4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwakepada DSN;
  5. Mennyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam)bulan kepada direksi, komisaris, Dewan Syariah Nasional, dan Bank Indonesia.[11]
D.                Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
            Terdapat dua bentuk pola pengoperasian bank yaitu pola secara konvensional (bunga) dan pola yang berdasarkan prinsip syariah (bagi hasil dalam untung rugi).[12]
Perbandingan antara kedua pola tersebut, dapat dilihat dari sudut perbedaan. Perbedaan antara keduanya dapat dilihat dalam tabel berikut:[13]
Bank Syariah
Bank Konvensional
1
Melakukan Investasi yang halal saja
1
Investasi yang halal dan haram
2
Berdasarkan prinsip bagi hasil/ untung rugi, jual beli, dan sewa.
2
Memakai Perangkat Bunga
3
Profit dan Falah Oriented
3
Profit Oriented
4
Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dwan Pengawas Syariah
4
Tidak terdapat dewan jenis ini

            Bank Islam, begitu juga bank konvensional, menurut Kamal Khir, Lokesh Gupta Bala Shanmugam, merupakan lembaga keuangan pencari laba, namun dilarang berusaha dengan riba dan terlibat dengan perdagangan yang tidak sesuai dengan  prinsip-prinsip syariah. Perbedaan antara keduanya dapat dilihat dari pandangan yang lain: [14]

Sistem Bank Syaiah
Sistem Bank Konvensional
1.
Fungsi dan cara operasinya berdasarkan kepada hukum syariah. Bank harus menjamin bahwa semua aktivitas perdagangan memenuhi persyaratan syariah.
1.
Fungsi dan cara operasinya berdasarkan kepada prinsip-prinsip sekular dan bukan hukum atau ketentuan agama.
2.
Pembiayaan bukan berorientasi kepada bunga, dan didasarkan pada prinsip jual beli barang dengan harga jual meliputi margin yang ditetapkan diawal.
2.
Pembiayaan berorientasi bunga dan bunga tersebut tetap atau berkembang, yang diperhitungkan berdasarkan pemanfaatan uang.
3.
Deposit tidak berorientasikan bunga melainkan kepada bagi hasil, dimana para pemilik modal berserikat berdasarkan persentase laba. Bank hanya mendapatkan kembali bagian laba dari usaha yang dikelolanya dan jika terjadi kerugian, si pemilik modal tidak akan kehilangan uangnya, tetapi tidak akan mendapatkn keuntungan dari aktivitas yang dibiayai sepanjang masa kerugian tersebut.
3.
Deposit berorientasi kepada bunga, dan sipemilik modal dijamin dengan bunga yang ditetapkan diawal denganjaminan pengembalian modal pokok.
4.
Bank menawarkan keadilan dalam pembiayaan untuk sebuah usaha. Ketugian ditanggung bersama berdasarkan prinsip keadilan, sedangkan laba dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya.
4.
Tidak biasa ditawarkan, melainkan telah tersedia melalui kehendak perusahaan-perusahan pemegang modal dan bank-bank pembiaya.
5.
Bank syariah dilarang terlibat dalam aktivitas ekonomi yang tidak memenuhi ketentuan syariah
5.
Tidak ada ketentuan larangan seperti itu.
6.
Dalam sistem perbankan Islam modern, salah satu fungsinya ialah untuk mengumpulkan dan mebagi-bagikan zakat.
7.
Tidak mengenal zakat.
7.
Tidak ada ketentuan  membebankan biaya tambahan karena kegagalan memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanjian atau akibat penanggguhan pembayaran.[15]
7.
Biasanya membebankan biaya tambahan jika ada penangguhan pembayaran.
8.
Transaksi-transaksi dengan unsur garar dan spekulasi sangat dilarang.
8.
Perdagangan dan transaksi spekulasi diperbolehkan.
9.
Status bank, hubungannya dengan penabung ialah hubungan kemitraan, ibarat pemodal dan pengusaha.
9.
Status hubungan antara bank dan penabung ialah hubungan debitur dan kreditur.
10.
Setiap bank harus mempunyai Dewan Pengawas Syariah.
10.
Tidak mengenal lembaga tersebut
11.
Bank tetap harus memenuhi persyaratan yang diatur oleh perundang bank pemerintah, disamping tuntutan syariah.
11.
Memenuhi persyaratan peraturan dan perundang-undangan negara saja.

E.                 Fungsi Bank Syariah
1.      Manajer Investasi
            Bank syariah merupakan  manajer investasi dari pemilik dana yang dihimpun, karena besar-kecilnya pendapatan  (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun sangat tergantung  pada  keahlian,  kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah.
            Bank  syariah  bisa melakukan  fungsi ini berdasarkan  kontrak  Mudharabah. Bank (di dalam kapasitasnya sebagai seorang  Mudharib yaitu seseorang yang melakukan investasi dana-dana pihak lain).
2.      Investor
            Bank syariah menginvestasikan dana yang disimpan  pada bank tersebut (dana pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan jenis dan pola investasi yang sesuai dengan Syariah  Investasi yang sesuai dengan syariah tersebut meliputi akad Murabahah, sewa-menyewa, musyarakah, akad Mudharabah, akad Salam atau Istisna, pembentukan perusahaan, dll.
3.      Jasa Keuangan
            Dalam menjalankan fungsi ini, bank syariah tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan pelayanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan asalkan tidak melanggar prinsip prinsip syariah.
            Bank syariah juga menawarkan berbagai jasa keuangan lainnya untuk memperoleh imbalan atas dasar agency contract atau sewa. Contohnya letter of guarantee, wire transfer, letter of credit.
4.      Fungsi Sosial
            Konsep perbankan syariah mengharuskan bank-bank syariah memberikan pelayanan sosial baik melalui Qard (pinjaman kebajikan) atau Zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
            Disamping itu, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank-bank Islam untuk memainkan peran penting di dalam pengembangan sumber daya manusianya dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan sosial.[16]

F.                 Jenis dan Kegiatan Bank Syariah
1.      Jenis Bank Syariah
            Pada UU no. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah disebutkan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah. Menurut jenisnya  Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
a)      Unit Usaha syariah
            Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.[17]
b)     Bank Perkreditan Syariah
            Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-Syariah) adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola operasionalnya mengikuti prinsip–prinsip syariah ataupun muamalah islam.
            BPRS berdiri berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Pada pasal 1 (butir 4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa BPRS adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
            BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah terutama bagi hasil.[18]
c)      Bank Umum Syariah
                        Bank Umum Syariah (BUS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Contoh :
1.        PT Bank Syariah Mandiri 
2.        PT Bank Syariah Muamalat Indonesia
3.        PT Bank Syariah BNI

2.      Kegiatan Bank Syariah
            Kegiatan bank syariah baik dalam penghimpunan dana dan penanaman dana maupun pemberian jasa-jasa berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Kantor Bank Syariah, Bank Indonesia (1999) adalah sebagai berikut :
a)      Penghimpunan dana
            Prinsip operasional syariah yang telah ditetapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
1)      Prinsip wadi’ah (prinsip titipan atau simpanan)
            Dalam kegiatan penghimpunan dana masyarakat di bank syariah, prinsip wadi’ah dapat diterapkan pada rekening giro dan tabungan (giro wadi’ah dan tabungan wadi’ah).
2)      Prinsip mudharabah (prinsip bagi hasil)
Ø  Mudharabah muthlaqah
            Dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank syariah, prinsip mudharabah muthlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan rekening tabungan dan deposito (tabungan mudharabah dan deposito mudharabah).
Ø  Mudharabah muqayyadah
            Jenis ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank syariah.
b)     Penyaluran dana
            Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar terdapat 4 (empat) kelompok prinsip operasional bank syariah, yaitu prinsip jual beli (bai’), sewa beli (ijarah wa iqtina/ijarah muntahiyyah bit tamlik), bagi hasil (syirkah) dan pembiayaan lainnya. Dalam prakteknya, untuk memperoleh pendapatan yang berasal dari aktivitas non pembiayaan, bank syariah dapat menyediakan jasa-jasa perbankan syariah (fee-based services). Selanjutnya, dalam melakukan fungsi sosial, bank syariah juga melakukan kegiatan pengelolaan dana kebajikan yang diperoleh dari zakat, infaq, shadaqah, hibah, atau dana sosial lainnya.
            Hal tersebut dinamakan qardhul hasan (pinjaman kebajikan). Qardhul hasan adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Atas jasa pinjaman qardh ini, bank syariah dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi.[19]
c)      Memberikan jasa- jasa Bank Lainnya (Services)
            Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi keuntungan dari spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif spread (bunga sim­panan lebih besar dari bunga kredit).

G.                Kesimpulan
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan banyak lagi produk bank lain yang diterbitkan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syariah, dan juga Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Fungsi bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara.Dimana bank sangat berperan penting dalam sendi-sendi perekonomian di Indonesia baik secara nasional maupun dalam perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, keberadaan aset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting dijaga guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk mencegah terjadinya bank runs and panics. Agar terjaganya stabilitas perbankan yang ada.
Perbankan merupakan salah satu sektor yang diharapkan berperan aktif dalam menunjang kegiatan pembangunan nasional atau regional.Peran itu diwujudkan dalam fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi atau institusi perantara antara debitor dan kreditor. Dengan demikian,pelaku ekonomi yang membutuhkan dana untuk menunjang kegiatannya dapat terpenuhi dan kemudian roda perekonomian bergerak. Pentingnya pengawasan juga disebabkan karakteristik usaha Bank. Berbeda dengan perusahaan jasa keuangan lainnya bank menyediakan produk berupa penerimaan simpanan dan pemberian kredit. Produk dalam bentuk simpanan harus dibayar oleh bank setiap saat atau beberapa waktu setelah adanya permintaan pembayaran dari nasabah.



[1] Syukri Iska. Sistem Perbankan Syariah di Indonesia. 2012. Media Pers. Yogyakarta. Hal 11
[2] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Rajawali Pers. Jakarta. Halm 24
[3] Ayusaputri, dkk. 2012. Lembaga Perbankan Indonesia. Laporan Tugas Akhir. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
[4] Zainul arifin. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah,Pustaka Alvabet, Jakarta,2005, hlm. 1
[5] Ibid dalam Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah,Pustaka Alvabet, Jakarta,2005, hlm. 3
[6] Zainul Arifin, “Dasar-Dasar Manajemen Syariah”. Hal.3
[7] Sutan Remy Sjahdeini (2005), Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, hlm. 143.
[8] Cik Basir, SH., Mhi. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Kencana: Jakarta. 2009, Hlm. 55
[9] Ibid. Syukri Iska. Sistem Perbankan Syariah di Indonesia. Hlm 272
[10]  Ibid, hlm. 273
[12] Ibid. Hlm.  26
[13]Muhammad Syafii Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. 2001. Jakarta: Gema Insani Press, hlm 34
[14] Ibid. Hlm 27 (yang dikutip dari Kamal Khir, et.al. Islamic Banking; A Pratical Perspective, Petaling, hlm 10-11)
[15] Namun sebagian negara Islam membolehkan pemungutan denda dan ketentuan untuk biaya yang ditimbulkan akibat pemungutan denda tersebut, yang biasanya 1%.
[17] http://penelitihukum.org/tag/pengertian-unit-usaha-syariah/ (di akses 12 Maret 2014 pukul 18.33 WIB).
[19] http:www. nisacilsss.blogspot.com, di akses 12 Maret 2014 pukul 09.15 WIB

Tiada ulasan:

Catat Ulasan