Isnin, 15 April 2013

Lentera Jingga di Ufuk Timur



Pagi ini suasana hati terasa begitu menyenangkan, entah karena apa tapi sepertinya hari ini aku akan akan mendapatkan kabar yang menggebirakan. He he senyum ini selalu ku bangggakan dalam setiap langkahku. Bukan karena aku telah lama tidur semalaman tadi malam atau karena hari ini pamanku balik dari dari negeri Jiran dan membawa sebongkah oleh-oleh buat aku. Tapi karena aku harus semampu mungkin tersenyum meski tak seperti kenyataannya. Aku adalah pemimpin bagi diri ku sendiri. Aku adalah kakak dari adik-adikku yang masih kecil, imut dan aku banggakan. Aku adalah anak dari ibu tercintaku, yang hanya karena beliau satu-satunya alasanku untuk tetap tersenyum. Bagiku nafas ini hanya untuk meniupkan selaksa angin buat ibuku. Jika hari ini ku mampu berdiri tidak lain alasannya hanya karena ibu.
Read More...>>
            Hari ini adalah hari terakhirku datang ke sekolah. SMA Negeri 1 Tanjungbumi. Disini banyak kenangan yang sedikitpun tak ingin ku jadikan kenangan, because what (mengutip dari kata Ahmad Dhani dalam acara Indonesian Idol tadi malam) kenangan itu adalah bukti real adanya sebuah perpisahan dan aku tidak mau itu terjadi, ya walau gimapun itu pasti terjadi.  Hmmm oea disini aku belum memperkenalkan diri. Hallo nama saya Nur Intan Permata, biasanya temen-temenku memanggilku dengan panggilan Shinichi. Loh kok bisa? aku adalah penggemar beratnya film cartoon Detective Conan. Itu loh yang biasanya tayang setiap hari minggu di Teett (Upssss di Sensor ya). Ok cukup perkenalannya, sekarang kita balik lagi ketopik pembicaraan kita sebelumnya, tentang kenangan. Sebenarnya tidak usah panjang lebar ngejelasinnya, toh panjang kali lebar hasilnya tetap luas, he he intinya aku tidak suka dengan kenangan karena itu adalah bukti adanya perpisahan gitu aja.
            Sepertinya aku datang terlalu awal pagi ini, masih belum ada temen yang datang, mau ngapain ya enaknya?  Belajar ? enggak banget dech aku kan udah lulus ngapain belajar lagi. Bosen tingkat tak terkira. Hmm… gak terasa ternyata aku udah mau jadi seorang mahasiswa padahal baru kemarin rasanya aku masih kelas X. Subhanallah… waktu berlalu begitu cepat, aku masih ingat jelas ketika aku naik kelas XI aku harus menentukan pilihan antara IPA atau IPS. IPA adalah pilihan pertamaku pada saat itu, tapi ternyata aku masuk IPS. Eiittssss jangan negative thinking dulu, bukannya aku bodoh atau nilaiku tidak memenuhi syarat. Aku dapat peringkat ke-2 di kelasku dan juga aku mendapatkan beasiswa berprestasi pada waktu itu ( numpang pamer sedikit), melainkan hanya karena someone. Yupsss hanya karena seseorang yang aku kenal sejak SMP, dia adalah kakak kelasku dan dia adalah orang pertama yang mengajarkan aku apa itu cinta, meskipun sampai detik inipun aku juga masih ragu menyebut rasa ini dengan sebutan cinta, akupun tak secara formal mengenalnya, tapi rasa ini Ya Allah tak dapat ku ungkapkan dengan kata-kata, berbicara tentang dia tidak lepas dari awal aku melihatnya. Waktu itu aku masih dalam Masa Orientasi Siswa (MOS), ketika itu pada jam istirahat, aku keluar kelas untuk membeli minuman dan tanpa sengaja aku melihatnya didepan kelas VIII_D waktu itu aku belum tahu itu kelasnya atau bukan tapi seingatku pada waktu itu dengan lugunya aku duduk disamping si penjual minuman itu hanya untuk sekedar melihat senyumnya. OMG katrok, norak dan memalukan jika aku mengingatnya. He he tapi lucu sih. Selanjutnya ya biasa anak ingusan masih dengan cinta monyetnya itu melewati hari-hari belajar di sekolah dengan rasa itu. Singkat kata dan singkat cerita. Entah itu sebuah kebetulan atau itu memang takdir Tuhan aku satu sekolah lagi sama Dia dan ini bukan factor kesengajaan. Ok lah dia satu sekolah lagi sama aku itu mungkin sebuah kebetulan. Tapi ini yang tidak pernah bisa aku terima sebagai sebuah kebetulan. Mengapa aku selalu berada dalam kelas yang pernah menjadi kelasnya juga mulai dari SMP (VII_B, VIII_D, IX_B dan X_2) dan juga mengapa tanggal lahirnyapun hampir sama, Dia 09 Agustus 1992 dan aku 10 Agustus 1992, oh My God sejak itulah aku berfikir ini tidak bisa dibiarkan. Maka dari itu karena dia IPA aku harus IPS agar kelasnya tidak lagi dihuni loehku. Awalnya aku seneng karena menurutku itu berarti satu langkah menuju kata JODOH, he he tapi dan tapi lagi, aku benci kata tapi juga. Itu tidak mungkin, semakin ku ingin bersamanya berarti semakin aku ingin membunuh ibuku secara perlahan.
            DuuaaaaaarRRrrrrr. Melamun aja. “ternyata tak ku sadari dari tadi Noefa memperhatikanku dan membangunkan lamunanku”
            Oney (nama panggilan khusus) Jiiiii mengagetkanku. “sepatah keluar dari lisanku dengn nada manja”
            Hayyo mikirin apa? “ tangannya menunjuk di depan wajahuku
            Emang apa yang kamu fikir tentang fikiranku ? “ menantang dengan pertanyaan balik”
            Tau’ ah gak ada benernya ngomong ama kamu. “sedikit cemberut”. Oea gimana jadi daftar kuliah dimana?”sembari berjalan mengmbil brosur yang ada dimading depan kelas
            Entahlah.. Allahu A’lam. “mencoba tersenyum
            Kau….
            Aku harus menemui guru TU dulu “aku memotong pembicaraan Noefa agar pertanyaannya tentang kuliah itu tidak panjang


            Hari ini aku harus berani mengahadap babah(sebuah panggilan untuk ayah). Berani Intan. Ayo kamu harus berani. Huuu Bismillahirrahmanirrahim. Gak seperti biasanya, kali ini aku melihat babah seperti separuh jiwa luluh, langkah kaki ini terasa berat menuju babah yang lagi duduk manis menikmati seduhan kopi yang aku buat tadi pagi-pagi sangat. Ok Alhamdulillah udah duduk di samping babah, selanjutnya merangkai kata indah untuk merayu babah. Oalah itu terlalu lama aku tidak suka yang bertele-tele. To the point aja. Aku pengen kuliah di UNAIR bah.
            Sesuai perkiraan babah no ekspresi. Dimana itu UNAIR ? “babah mencoba bertanya ya meskipun tetap tanpa ekspresi”
            UNAIR itu di Surabaya. Aku mau ambil jurusan Akuntansi disana. Dan babah perlu tau juga aku terpilih sebagai salah satu murid berprestasi yang bisa masuk perguruan tinggi tanpa biaya jika nanti aku lulus di ujian tulisnya, bah. “Ok stop mungkin aku udah banyak bicara”. Gimana, bah boleh gak?
            Dan kali ini aku salah membuat naskah cerita, ternyata babah pergi sebelum mengatakan boleh atau tidak. Huuu….huuuu “menarik nafas
            Ok Intan Don’t cry, Don’t cry !!!
            Babahmu bilang apa barusan? “tiba-tiba mama duduk disampingku”. Seperti yang telah ku ungkapkan sebelumnya aku tidak mau terlihat lemah di mata mama, makanya aku cepat-cepat menghapus air mata yang menjijikan ini. Dia gak bilang apa-apa, maok Sorry mom,.
            Jika kamu memang bener-bener mau kuliah. Kuliah-lah ! bukannya babahmu tidak ingin kamu kuliah tapi babahmu mungkin memikirkan biayamu nanti, kamu kan tau sendiri bagaimana kondisi babahmu dalam bekerja?”lalu mama meninggalkanku sendiri
            Lagi-lagi mama mencoba tegar dihadapanku, logikanya bagaimana bisa, bagaimana mampu mama membiayai kuliahku dan sekolah adik-adiku yang masih kecil-kecil dan empat-empatnya sekolah. But hidup adalah pilihan. aku adalah pemeran utama dalam cerita ini tapi juga aku belum tahu ending dari cerita ini. So well, so must go on !

            Berjalanlah dengan tegap meski tertatih, Nak!!!! Sekitar satu menit yang lalu, dia up date status . Dia kakak kelasku yang kuceritakan sebelumnya. Satu menit berlalu, dua menit, tiga menit. Like dan juga mengomentarinya Empon (bahasa Madura yang artinya gak bisa jalan) ta kak ? dan itu merupakan koment pertamaku di statusnya meskipun aku udah berteman lama. And diluar dugaan ternyata dia balesnya lewat inbox. OMG gubrak kagetnya setengah dewa mencakar langit . sennengnya bukan main dan dihari yang sama pula dia curhat tentang keadaannya sekarang. Bahwa sekarang dia mondok, tapi itu pure bukan keinginannya.
            Dari situ aku sadar bahwa sebenarnya aku masih beruntung mempunyai orang tua yang mengerti keinginanku. Tanpa harus memaksakan kehendaknya yang boleh jujur tertekan oleh biaya.
            Cinta adalah misteri dalam hidupku” Ponselku berdering dengan alunan lagu dari band favoritku” Sebuah sms masuk dari temenku “ Selamat kamu diterima di UTM di prodi Ekonomi Syari’ah”
            Confused ???%$^&??!
Aku harus senang atau gimana ini ????
            Ada apa In ? “mama mengagetkanku
            Aku diterima di UTM, ma….. “ nada datar, well itu jauh dari harapnku
            Bagus dong….. “sepertinya mama bahagia
            Meski ini jalur undangan, tapi ini butuh biaya, ma?
            Jika ini adalah jalan mu, maka percayalah Allah pasti akan memberimu jalan.”lagi-lagi mama mencoba menegarkanku
            Dan adalah sebuah doa yang fasih sehingga aku bisa duduk dibangku perkuliahan. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. “Mama sudah menabung jauh-jauh hari untuk kebutuhanmu ini, In. Ketahuilah Mama bekerja ini bukan untuk siapa melainkan jika bukan untuk kebahagian anak-anak mama” Thank’s, ma aku janji tidak akan melalaikan kepercayaan mama.
           
            Aku tahu ini bukan merupakan sebuah ending masih banyak jalan yang harus kutempuh untuk mencapai cita-citaku. Sekarang aku bolehlah tersenyum lega menikmati status baruku sebagai mahasiswa, he he tapi satu yang kurasa belum mencapai klimaks yaitu tentang kakak kelasku itu. Sepertinya dari awal aku hanya menyebutnya kakak kelas dan kakak kelas apa dia gak punya nama apa? Tenanglah apa pentingnya sebuah nama sih, ya gak ? tapi sebagai pelengkap tokoh dalam naskah ini panggil aja dia Shinichi. Yupsss itulah mengapa aku sangat menyukai tokoh Shinichi karena menurutku kakak kelas ku itu mirip Shinichi dan alasan lainnya adalah karena aku tidak mau ada yang tahu bahwa aku menyukainya. Banyak yang bilang bahwa Shinichi adalah pangeran khayalannya Intan yang sebenarnya tidak ada. But it’s okey never mind. Itu gak penting juga mereka tahu. Sampai saat ini aku masih berharap bahwa dia adalah jodohku. Aku seperti orang gila yang selalu bermimpi aku bisa dengannya. Itu bisa saja sebenarnya terjadi, tapi itu tidak akan pernah mungkin sebab aku sudah mempunyai tunangan. Ya T U N A N G A N. dan itu atas perjodohan orang tua. Oh bukan lebih tepatnya karena babahku menjodohkannya dengan ku. Shiiiitt. Itulah yang membuatku sedikit tidak suka pada babah. Masa remajaku seakan terbuang begitu saja tanpa dapat merasakan arti sebuah pacaran. Tunanganku juga no reken terhadapku. 6 tahun bertunangan sepatah katapun aku gak pernah berbicara sama dia. Inilah yang membuatku seakan ditakdirkan Tuhan, tanpa boleh dicintai. Sebegitu jeleknya aku sampai tunanganku sendiri tidak menganggapku, apalagi Shinichi? Aku selalu minder dan merasa tidak ada yang pernah mencintaiku. Tapi bukan Intan namanya jika itu dibuat alasan untuk tidak tetep melangkah. Di tengah-tengah kesepianku biasanya aku membuat puisi untuk menghibur diri dan satu puisi yang sangat aku suka dibandingkan dengan yang lain. Judulnya BERAKHIR
Tak usah kau palingkan kata untuk bersembunyi dustakan kata
Sudahlah jika tak sejalan
Kau dan aku bukan lagi seekor kucing yang mengaung kelaparan
Katakan dengan diam
Jika kata tak mampu mewakilimu
Sumpaaahh… pada bulan yang bernama apa aku akan berhenti berharap
Cukup…. Tenggookanku sudah lapuk, kering, meronngga
Biarlah Nisan menjadi saksi bisu Lentera Jingga di Ufuk Barat
Yang kau sendiri telah mencungkilnya dari kelopak mata yang merindu
            Tapi disini aku masih punya segudang mimpi. Aku masih ingin seperti Maria dalam novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Zirazy yang disisa-sisa akhirnya masih mampu menikah dengan Fahri pria yang di cintainya sejak lama. Aku juga ingin menjadi salah satu tokoh dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yang hanya berawal dari berani mimpi semua akan terwujud dan aku juga ingin kak Shinichi seperti salah satu tokoh dalam novel Negeri Lima Menara yang namanya aku lupa, dimana dia juga mondok bukan kemauannya sendiri tapi dia mampu mencapai kesuksesan hanya karena yakin Man Jadda Wa Jadda (siapa yang sungguh-sungguh pasti ia dapat).
            Well,,, hidup ini akan terus berlanjut, mimpi-mimpi baru pun akan sering datang bertumpuk-tumpuk dalam angan. Setidaknya sampai detik ini aku masih pemerannya. Selanjutnya aku akan tetap mengalir seperti air mengikuti skenario yang tlah Tuhan naskah-kan untukku.
           
BERAKHIR
Tak usah kau palingkan kata untuk bersembunyi dustakan kata
Sudahlah jika tak sejalan
Kau dan aku bukan lagi seekor kucing yang mengaung kelaparan
Katakan dengan diam
Jika kata tak mampu mewakilimu
Sumpaaahh… pada bulan yang bernama apa aku akan berhenti berharap
Cukup…. Tenggookanku sudah lapuk, kering, meronngga
Biarlah Nisan menjadi SANDARAN TERAKHIR sebagai saksi bisu Lentera Jingga di Ufuk Barat
Yang kau sendiri telah mencungkilnya dari kelopak mata yang merindu


Tiada ulasan:

Catat Ulasan