Pagi ini suasana hati terasa begitu
menyenangkan, entah karena apa tapi sepertinya hari ini aku akan akan
mendapatkan kabar yang menggebirakan. He he senyum ini selalu ku bangggakan
dalam setiap langkahku. Bukan karena aku telah lama tidur semalaman tadi malam
atau karena hari ini pamanku balik dari dari negeri Jiran dan membawa sebongkah
oleh-oleh buat aku. Tapi karena aku harus semampu mungkin tersenyum meski tak
seperti kenyataannya. Aku adalah pemimpin bagi diri ku sendiri. Aku adalah
kakak dari adik-adikku yang masih kecil, imut dan aku banggakan. Aku adalah
anak dari ibu tercintaku, yang hanya karena beliau satu-satunya alasanku untuk
tetap tersenyum. Bagiku nafas ini hanya untuk meniupkan selaksa angin buat
ibuku. Jika hari ini ku mampu berdiri tidak lain alasannya hanya karena ibu.
Read More...>>
Read More...>>
Hari
ini adalah hari terakhirku datang ke sekolah. SMA Negeri 1 Tanjungbumi. Disini
banyak kenangan yang sedikitpun tak ingin ku jadikan kenangan, because what (mengutip dari kata Ahmad
Dhani dalam acara Indonesian Idol tadi malam) kenangan itu adalah bukti real adanya sebuah perpisahan dan aku
tidak mau itu terjadi, ya walau gimapun itu pasti terjadi. Hmmm oea disini aku belum memperkenalkan diri.
Hallo nama saya Nur Intan Permata,
biasanya temen-temenku memanggilku dengan panggilan Shinichi. Loh kok bisa? aku adalah penggemar
beratnya film cartoon Detective Conan. Itu loh yang biasanya tayang setiap hari
minggu di Teett (Upssss di Sensor
ya). Ok cukup perkenalannya, sekarang kita balik lagi ketopik pembicaraan kita
sebelumnya, tentang kenangan. Sebenarnya tidak usah panjang lebar
ngejelasinnya, toh panjang kali lebar hasilnya tetap luas, he he intinya aku
tidak suka dengan kenangan karena itu adalah bukti adanya perpisahan gitu aja.
Sepertinya
aku datang terlalu awal pagi ini, masih belum ada temen yang datang, mau
ngapain ya enaknya? Belajar ? enggak
banget dech aku kan udah lulus ngapain belajar lagi. Bosen tingkat tak terkira.
Hmm… gak terasa ternyata aku udah mau jadi seorang mahasiswa padahal baru
kemarin rasanya aku masih kelas X. Subhanallah… waktu berlalu begitu cepat, aku
masih ingat jelas ketika aku naik kelas XI aku harus menentukan pilihan antara
IPA atau IPS. IPA adalah pilihan pertamaku pada saat itu, tapi ternyata aku
masuk IPS. Eiittssss jangan negative
thinking dulu, bukannya aku bodoh atau nilaiku tidak memenuhi syarat. Aku
dapat peringkat ke-2 di kelasku dan juga aku mendapatkan beasiswa berprestasi
pada waktu itu ( numpang pamer sedikit), melainkan hanya karena someone. Yupsss hanya karena seseorang
yang aku kenal sejak SMP, dia adalah kakak kelasku dan dia adalah orang pertama
yang mengajarkan aku apa itu cinta, meskipun sampai detik inipun aku juga masih
ragu menyebut rasa ini dengan sebutan cinta, akupun tak secara formal
mengenalnya, tapi rasa ini Ya Allah tak dapat ku ungkapkan dengan kata-kata,
berbicara tentang dia tidak lepas dari awal aku melihatnya. Waktu itu aku masih
dalam Masa Orientasi Siswa (MOS), ketika itu pada jam istirahat, aku keluar
kelas untuk membeli minuman dan tanpa sengaja aku melihatnya didepan kelas
VIII_D waktu itu aku belum tahu itu kelasnya atau bukan tapi seingatku pada
waktu itu dengan lugunya aku duduk disamping si penjual minuman itu hanya untuk
sekedar melihat senyumnya. OMG katrok,
norak dan memalukan jika aku mengingatnya. He he tapi lucu sih. Selanjutnya ya
biasa anak ingusan masih dengan cinta monyetnya itu melewati hari-hari belajar
di sekolah dengan rasa itu. Singkat kata dan singkat cerita. Entah itu sebuah
kebetulan atau itu memang takdir Tuhan aku satu sekolah lagi sama Dia dan ini
bukan factor kesengajaan. Ok lah dia satu sekolah lagi sama aku itu mungkin
sebuah kebetulan. Tapi ini yang tidak pernah bisa aku terima sebagai sebuah
kebetulan. Mengapa aku selalu berada dalam kelas yang pernah menjadi kelasnya
juga mulai dari SMP (VII_B, VIII_D, IX_B dan X_2) dan juga mengapa tanggal
lahirnyapun hampir sama, Dia 09 Agustus 1992 dan aku 10 Agustus 1992, oh My God sejak itulah aku berfikir ini
tidak bisa dibiarkan. Maka dari itu karena dia IPA aku harus IPS agar kelasnya
tidak lagi dihuni loehku. Awalnya aku seneng karena menurutku itu berarti satu
langkah menuju kata JODOH, he he tapi dan tapi lagi, aku benci kata tapi juga.
Itu tidak mungkin, semakin ku ingin bersamanya berarti semakin aku ingin
membunuh ibuku secara perlahan.
DuuaaaaaarRRrrrrr.
Melamun aja. “ternyata tak ku sadari dari tadi Noefa memperhatikanku dan
membangunkan lamunanku”
Oney
(nama panggilan khusus) Jiiiii mengagetkanku. “sepatah keluar dari lisanku
dengn nada manja”
Hayyo
mikirin apa? “ tangannya menunjuk di
depan wajahuku”
Emang
apa yang kamu fikir tentang fikiranku ? “ menantang dengan pertanyaan balik”
Tau’
ah gak ada benernya ngomong ama kamu. “sedikit
cemberut”. Oea gimana jadi daftar kuliah dimana?”sembari berjalan mengmbil brosur yang ada dimading depan kelas”
Entahlah..
Allahu A’lam. “mencoba tersenyum”
Kau….
Aku
harus menemui guru TU dulu “aku memotong
pembicaraan Noefa agar pertanyaannya tentang kuliah itu tidak panjang”
Hari
ini aku harus berani mengahadap babah(sebuah panggilan untuk ayah). Berani Intan. Ayo kamu harus berani. Huuu
Bismillahirrahmanirrahim. Gak seperti biasanya, kali ini aku melihat babah
seperti separuh jiwa luluh, langkah kaki ini terasa berat menuju babah yang
lagi duduk manis menikmati seduhan kopi yang aku buat tadi pagi-pagi sangat. Ok Alhamdulillah udah duduk di samping
babah, selanjutnya merangkai kata indah untuk merayu babah. Oalah itu terlalu
lama aku tidak suka yang bertele-tele. To
the point aja. Aku pengen kuliah di
UNAIR bah.
Sesuai
perkiraan babah no ekspresi. Dimana
itu UNAIR ? “babah mencoba bertanya ya meskipun
tetap tanpa ekspresi”
UNAIR
itu di Surabaya. Aku mau ambil jurusan Akuntansi disana. Dan babah perlu tau
juga aku terpilih sebagai salah satu murid berprestasi yang bisa masuk perguruan tinggi tanpa biaya jika nanti
aku lulus di ujian tulisnya, bah. “Ok
stop mungkin aku udah banyak bicara”. Gimana, bah boleh gak?
Dan
kali ini aku salah membuat naskah cerita, ternyata babah pergi sebelum
mengatakan boleh atau tidak. Huuu….huuuu “menarik
nafas”
Ok
Intan Don’t cry, Don’t cry !!!
Babahmu
bilang apa barusan? “tiba-tiba mama duduk
disampingku”. Seperti yang telah ku ungkapkan sebelumnya aku tidak mau terlihat lemah di mata mama,
makanya aku cepat-cepat menghapus air mata yang menjijikan ini. “Dia gak bilang apa-apa, ma” ok Sorry mom,.
Jika
kamu memang bener-bener mau kuliah. Kuliah-lah ! bukannya babahmu tidak ingin
kamu kuliah tapi babahmu mungkin memikirkan biayamu nanti, kamu kan tau sendiri
bagaimana kondisi babahmu dalam bekerja?”lalu
mama meninggalkanku sendiri”
Lagi-lagi
mama mencoba tegar dihadapanku, logikanya bagaimana bisa, bagaimana mampu mama
membiayai kuliahku dan sekolah adik-adiku yang masih kecil-kecil dan empat-empatnya
sekolah. But hidup adalah pilihan. aku adalah pemeran utama dalam cerita ini tapi juga aku belum tahu ending dari cerita ini. So
well, so must go on !
Berjalanlah dengan tegap meski tertatih,
Nak!!!! Sekitar satu menit yang lalu, dia
up date status . Dia kakak kelasku yang kuceritakan sebelumnya.
Satu menit berlalu, dua menit, tiga menit. Like
dan juga mengomentarinya “Empon” (bahasa Madura yang artinya gak bisa jalan)
ta kak ? dan itu merupakan koment pertamaku di statusnya meskipun aku udah
berteman lama. And diluar dugaan
ternyata dia balesnya lewat inbox. OMG
gubrak kagetnya setengah dewa mencakar langit . sennengnya bukan main dan dihari yang sama
pula dia curhat tentang keadaannya sekarang. Bahwa sekarang dia mondok, tapi
itu pure bukan keinginannya.
Dari
situ aku sadar bahwa sebenarnya aku masih beruntung mempunyai orang tua yang
mengerti keinginanku. Tanpa harus memaksakan kehendaknya yang boleh jujur
tertekan oleh biaya.
“Cinta adalah misteri dalam hidupku” Ponselku
berdering dengan alunan lagu dari band favoritku” Sebuah sms masuk dari temenku
“ Selamat kamu diterima di UTM di prodi Ekonomi Syari’ah”
Confused ???%$^&??!
Aku harus senang atau gimana ini ????
Ada
apa In ? “mama
mengagetkanku”
Aku
diterima di UTM, ma….. “ nada datar, well itu jauh dari harapnku”
Bagus
dong….. “sepertinya mama bahagia”
“Meski ini jalur undangan, tapi ini butuh
biaya, ma?”
Jika
ini adalah jalan mu, maka percayalah Allah pasti akan memberimu jalan.”lagi-lagi mama
mencoba menegarkanku”
Dan
adalah sebuah doa yang fasih sehingga aku bisa duduk dibangku perkuliahan. Aku
tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. “Mama
sudah menabung jauh-jauh hari untuk kebutuhanmu ini, In. Ketahuilah Mama bekerja ini bukan untuk
siapa melainkan jika bukan untuk kebahagian anak-anak mama” Thank’s, ma aku janji tidak akan melalaikan kepercayaan
mama.
Aku
tahu ini bukan merupakan sebuah ending
masih banyak jalan yang harus kutempuh untuk mencapai cita-citaku. Sekarang aku
bolehlah tersenyum lega menikmati status baruku sebagai mahasiswa, he he tapi
satu yang kurasa belum mencapai klimaks yaitu tentang kakak kelasku itu.
Sepertinya dari awal aku hanya menyebutnya kakak kelas dan kakak kelas apa dia
gak punya nama apa? Tenanglah apa pentingnya sebuah nama sih, ya gak ? tapi
sebagai pelengkap tokoh dalam naskah ini panggil aja dia Shinichi. Yupsss
itulah mengapa aku sangat menyukai tokoh Shinichi karena menurutku kakak kelas
ku itu mirip Shinichi dan alasan lainnya adalah karena aku tidak mau ada yang
tahu bahwa aku menyukainya. Banyak yang bilang bahwa Shinichi adalah pangeran
khayalannya Intan yang sebenarnya tidak ada. But it’s okey never mind. Itu gak
penting juga mereka tahu. Sampai saat ini aku masih berharap bahwa dia adalah
jodohku. Aku seperti orang gila yang selalu bermimpi aku bisa dengannya. Itu
bisa saja sebenarnya terjadi, tapi itu tidak akan pernah mungkin sebab aku
sudah mempunyai tunangan. Ya T U N A N G A N. dan itu atas perjodohan orang
tua. Oh bukan lebih tepatnya karena babahku menjodohkannya dengan ku. Shiiiitt.
Itulah yang membuatku sedikit tidak suka pada babah. Masa remajaku seakan
terbuang begitu saja tanpa dapat merasakan arti sebuah pacaran. Tunanganku juga
no reken terhadapku. 6 tahun
bertunangan sepatah katapun aku gak pernah berbicara sama dia. Inilah yang
membuatku seakan ditakdirkan Tuhan, tanpa boleh dicintai. Sebegitu jeleknya aku
sampai tunanganku sendiri tidak menganggapku, apalagi Shinichi? Aku selalu
minder dan merasa tidak ada yang pernah mencintaiku. Tapi bukan Intan namanya jika itu dibuat alasan untuk tidak
tetep melangkah. Di tengah-tengah kesepianku biasanya aku membuat puisi untuk
menghibur diri dan satu puisi yang sangat aku suka dibandingkan dengan yang
lain. Judulnya BERAKHIR
Tak
usah kau palingkan kata untuk bersembunyi dustakan kata
Sudahlah
jika tak sejalan
Kau
dan aku bukan lagi seekor kucing yang mengaung kelaparan
Katakan
dengan diam
Jika
kata tak mampu mewakilimu
Sumpaaahh…
pada bulan yang bernama apa aku akan berhenti
berharap
Cukup….
Tenggookanku sudah lapuk, kering, meronngga
Biarlah
Nisan menjadi saksi bisu Lentera Jingga di Ufuk Barat
Yang
kau sendiri telah mencungkilnya dari
kelopak mata yang merindu
Tapi
disini aku masih punya segudang mimpi. Aku masih ingin seperti Maria dalam
novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Zirazy yang disisa-sisa akhirnya
masih mampu menikah dengan Fahri pria yang di cintainya sejak lama. Aku juga
ingin menjadi salah satu tokoh dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata
yang hanya berawal dari berani mimpi semua akan terwujud dan aku juga ingin kak
Shinichi seperti salah satu tokoh dalam novel Negeri Lima Menara yang namanya
aku lupa, dimana dia juga mondok bukan kemauannya sendiri tapi dia mampu
mencapai kesuksesan hanya karena yakin Man
Jadda Wa Jadda (siapa yang sungguh-sungguh pasti ia dapat).
Well,,, hidup ini akan terus berlanjut,
mimpi-mimpi baru pun akan sering datang bertumpuk-tumpuk dalam angan. Setidaknya
sampai detik ini aku masih pemerannya. Selanjutnya aku akan tetap mengalir
seperti air mengikuti skenario yang tlah Tuhan naskah-kan untukku.
BERAKHIR
Tak
usah kau palingkan kata untuk bersembunyi dustakan kata
Sudahlah
jika tak sejalan
Kau
dan aku bukan lagi seekor kucing yang mengaung kelaparan
Katakan dengan diam
Jika
kata tak mampu mewakilimu
Sumpaaahh…
pada bulan yang bernama apa aku akan berhenti berharap
Cukup….
Tenggookanku sudah lapuk, kering, meronngga
Yang
kau sendiri telah mencungkilnya dari kelopak mata yang merindu
Tiada ulasan:
Catat Ulasan