Apa sih susahnya menulis? Mungkin saja kata-kata
tersebut sangat gampang terucap dan kita dengarkan dengan rapi ditelinga meski
pada kenyataannya sangat sulit untuk dilakukan, pada dasarnya menulis adalah
suatu kegiatan yang sulit dilakukan karena pada suatu titik-titik tertentu,
sebagian dari diri kita akan mengatakan sesuatu yang menjadi sugesti yang
melemahkan. Banyak yang bermasalah saat memulainya atau bahkan mengakhirinya,
kadang berfikiran tulisan kita tidak bagus, tidak komersil atau apalah yang pasti
semua itu akan menghambat kita untuk menulis.
” Menulislah !! selama
engkau tidak menulis engkau akan hilang dalam masyarakat dan dari pusaran
sejarah “
(Pramoedya Ananta Toer)
Well,,, biasanya
disadari atau tidak sebenarnya potensi kita untuk menulis itu pasti ada ; tidak
perlu kita itu anak seorang penulis atau anak tukang becak. Hakikatnya semua
manusia bisa menulis ; terkecuali kita buta aksara he he. Hanya saja kita tidak
mau sedikit mencoba mengembangkan tulisan kita menjadi sebuah tulisan yang
layak dibaca halayak banyak. “Aku sudah punya niatan untuk mencoba tapi.....”.
Right pada awalnya saya juga demikian “Niat” suda terpampang rapi namun
bingung mau mulai dari mana bahkan ada-ada saja alasan canggih yang dapat
meluluhkan niatan kita menulis.
Sebuah kata-kata motivasi harus
banyak-banyak kita baca, terima, dan letakkan baik-baik dalam alam bawah sadar kita, semacam menyikapi sebuah nasehat yang baik dengan
sikap yang baik jadi akan menghasilkan sugesti yang baik pula untuk menumbuhkan semangat khususnya untuk menulis. Well,, tulisan ini
tidak bertujuan untuk meng-uliah-i para pembaca, tapi sedikit akan bercerita
tentang pengalaman saya dalam memotivasi diri untuk menulis, dan semoga menjadi
sentilan motivasi untuk pembaca.
Pada awalnya saya juga kesulitan memaksa diri saya sendiri untuk menulis, dengan segudang atau bahkan seratus gudang alasan yang secara pribadi saya ciptakan agar mengulur waktu untuk
menulis. Pada akhirnya saya juga sadar bahwa yang menghambat kita menulis adalah diri
sendiri, karena disadari atau tidak diri sendirilah yang memproduksi rasa malas
itu. Iyaa,
kan?? Menulis adalah sebuah
panggilan hati untuk menyampaikan berita dengan sudut pandang yang kita rasa
akan membangun sebuah imajinasi latar dan cerita pada pembacanya entah menulis
Fiksi atau sekedar artikel pada analoginya kita sedang membangunkan sebuah
hosting latar cerita tempat dimana pembaca akan turut menempatkan dirinya pada situasi
tersebut. Dan dari itulah saya
mencoba menulis satu atau dua paragraf, bercerita mungkin juga curhat ya
seperti yang sekarang saya lakukan ini.
Saya mencoba mencari inspirator…
Saya tidak memiliki tutor dalam menulis, hanya
membaca karya orang saja untuk menambah kosakata yang saya butuhkan untuk mulai
menulis, saya mulai menjelajahi tiap rak buku perpus SMA saya untuk menemukan
buku dengan pengarang dan karangan yang pas, majalah Horizon-lah yang sering
saya baca. Cuma sayangnya saya lupa siapa saja nama pengarangnya yang telah
saya baca karangannya, bahkan judulnya satu-dua yang saya ingat ; (Amplop
Abu-abu u, Jam dinding, Sepotong senyum, Awang-awang, aku dan seorang penulis
novel dll yang sepertinya saya lupakan) karena yang saya baca pada waktu itu
kebanyakan puisi ; (Tikus, Laki dan perempuan, Uraian Cinta oleh Jalaluddin
Rumi) serta puisi-puisi karangan temen-temen SMA yang di tempel dimading saya
jadikan koleksi, al khususon karangan Devil (kakak kelas) yang sangat dikagumi
temen dekat saya. karena kepincut dengan kata-kata yang rata-rata kosakatanya
tingkat badai getar membahana, saya memulainya dengan menulis puisi + waktu
lagi masa-masa nya kasmaran he he. Geli deh kalau ingat.
Demam AAC melanda pada waktu itu, saat filmnya
mulai tayang di bioskop saya malah mengikuti ceritanya lewat novel, itupun saya
pinjem dari temen, Antri pula. Ffyuuhh... karena akses bioskop yang jauh dan
film bajakannya yang masih mahal untuk saya beli. Tapi akhirnya saya beli juga.
Dengan membaca novel AAC cukup mampu memaksa saya untuk mencoba menulis cerita
yang lebih panjang dari sekedar puisi, Saya mulai dengan cerpen pertama saya
yang penuh dengan kata-kata Religion, Hijab dan Tuhan. Bahkan saya
harus bertanya kepakar agama dikelasku mengenai Hukum Cinta Dua Agama. Well,
1-37 halaman terlampaui. Tapi sampai lulus SMA cerpen (Agamaku Tidak
mengizinkannya) saya tidak pernah ada endingnya hingga suatu ketika ada tugas
untuk menganalisa sebuah cerpen dalam mata pelajaran bahasa inggris, saya cari
kembali cerpen setengah jadi itu dan saya remove menjadi Antara Aku, Kau dan
Dia dan berhasil A+ reward untuk saya karena saya satu-satunya siswa yang
cerpennya buat sendiri. Ha ha
Setelah AAC saya membaca novel Wanita Berkalung
Sorban. Sumpah novel yang membuat saya geli – menggeliat saat membacanya. Kata-katanya
benar-benar merasuki tubuhku, hingga alurnya sampai terngiang-ngiang dalam
otakku. Buat pengarangnya “salut”.
“Saat membaca perahu kertas saya benar-benar terbawa
akan latar yang diciptakan dee untuk pembacanya, tulisannya renyah, serius,lucu
dan romantis sebuah komposisi pas sebuah tulisan menurut saya dan dengan ini
saya resmi belajar pada dee soal menulis meski hinga saat ini tulisan saya
masih tidak jelas jalurnya, dengan perubahan status saya sebagai mahasiswa yang
aktiv di pergerakan yang banyak membahas persoalan mahasiswa sebagai agen
perubahan , pemikul kontrol atas kebijakan-kebijakan tidak membuat membuat saya
berubah dalam gaya menulis dan itu yang penting bagi seorang penulis ,
menciptakan khas!. Saya tetap berusaha menulis dengan biasa dan
bebas membiarkan inspirasi menari-nari leluasa dipikiran saya ,
karena menulis adalah tempat saya berkata keras, berkata banyak dan bercerita.”
Kutipan diatas adalah kutipan favorit saya yang
saya kutip dari tutor inspirator sementara saya, sebelum saya benar-benar
menemukan tutor yang benar-benar akan membingbing saya dalam menulis.
Saya ingin menjadi seorang penulis dengan
cerita-cerita saya dan saya akan abadi dengan apa yang saya tulis.
Franklin Bejamin juga mengatakan bahwa,: “Jika engkau tidak ingin segera dilupakan orang
setelah engkau meninggal dunia, maka tulislah sesuatu yang patut untuk dibaca
atau berbuatlah sesuatu yang patut diabadikan dalam tulisan”
“Jadi menulislah dan abadi-lah, menjadi sesuatu yang
kamu mau dengan apa yang kamu tulis, buang jauh—jauh anggapan bahwa apa yang
kita tulis itu jelek dan tidak komersil, kita hanya butuh menulis apa yang mau
kita ceritakan, carilah tutor yang telah mengabadikan dirinya terlebih dahulu
dengan banyak membaca apa yang kamu suka.” Pesannya
Dan sebagai kata penutup layaklah kalimat ini
digunakan sebagai akhir tulisan singkat ini dan motivasi kita dalam menulis “Kalau
Anda ingin terkenal, sementara Anda bukanlah anak seorang penguasa juga bukan
anak saudagar kaya maka menulislah!” (Imam
Al-Ghazali). Akhirnya.......
Test Test...
BalasPadam